Minggu, 15 Desember 2013

Bahagia itu sederhana

Pernahkah kamu mendongak ke luar jendela saat kamu sedang berada dalam mobilmu..Duduk di kursi yang nyaman, dengan pendingin udara dan pemutar musik yang menyala...

Atau saat kamu berjalan kaki keluar rumah di pagi hari, untuk menjemput rezeki dari Tuhanmu..

Hm..atau mungkin di perjalanan menuju rumah sepulang dari kampus? 


Blue sky, white cotton clouds, green trees, and sometimes the sound of a bird chirping..Isn't it beautiful? Semua itu adalah pemandangan indah maha karya Sang Pencipta, dan ga perlu susah-susah, ga perlu jauh-jauh, dari jendela rumah pun kita sudah bisa menikmatinya. 

Tapi untuk orang-orang zaman sekarang, hal-hal seperti ini mungkin sudah terabaikan ya ga sih..Seperti kehilangan arti, dan kurang dihargai. Karena tersedia di depan mata, kita cenderung "take it for granted"...Apalagi untuk generasi menunduk alias dimana-mana nunduk dengan mata melekat pada gadget seukuran talenan..Dan bagi orang-orang masa kini yang semakin materialistis, di mana kebahagiaan terletak pada barang-barang mewah..

Dulu seorang teman pernah berkata kepadaku, setiap pagi waktu bangun tidur, kita sendiri yang menentukan hari ini mau bahagia atau ga. And many many times i have to remind myself. 

Happiness is a state of mind. Do we really need fancy stuff to make us happy? 

Bahagia itu ada di tangan kita. Dan bahagia itu (seharusnya) sederhana. Sesederhana perasaan bahagia saat menatap langit biru, awan putih dan pepohonan hijau. 

*all photos taken and edited by me

Rabu, 04 Desember 2013

Di Suatu Pagi yang Gerimis

Pagi ini gerimis, dan aku sudah misuh-misuh. Gara-garanya, tadi ketemu sama teman sekerja papaku dulu. Si om ini nanya, "Sudah berhasil belum?" sambil elus-elus perutnya. Ohh mungkin maksud si om sudah berhasil belum dietku biar bisa kurus(an) lagi kayak dulu. Ehh abis itu si om ngomong lagi.."Coba deh ke dokter obgyn A di Malaka..Bagus dokter itu, banyak yang berhasil setelah berobat sama dia..." dengan muka kasihan padaku..Seolah-olah aku ini patut dikasihani karena sudah 5 tahun menikah belum punya anak.

Well hellooow world..perhaps you all should know that I am okay. Kenapa sih banyak orang yang sering berpikir dia lebih tahu tentang kebahagiaan hidup orang lain daripada orang itu sendiri? 

Dan kenapa banyak orang yang sepertinya bertumpu pada ada tidaknya anak dalam pernikahan sebagai satu-satunya faktor terpenting dalam kebahagiaan rumah tangga. Bahkan dari ucapan atau status teman-teman bernasib sama yang suka mengeluh di media sosial, menyiratkan seolah-olah mereka "gagal"..Memangnya punya anak itu suatu "prestasi" ya,,?

OmyGod maaf ini mungkin termasuk posting yang paling emosional (and cynical) yang pernah aku tulis di sini. Si om tadi hanya trigger aja sih, karena sebenarnya sudah lama mau nulis tentang ini. 

Begini, semua orang memang berhak ya punya pemikiran masing-masing. And I will state my perspective about this matter: 

Punya anak belum tentu pasti bahagia. Tidak punya anak bukan berarti tidak bisa bahagia. 

There, I said it loud and clear. 

Ada yang pernah bilang begini.."Nanti siapa yang doain kamu kalo kamu ga punya anak.." Ya ampun kalo cuma itu alasan punya anak kok ya rasanya egois banget..Iya agamaku memang sangat mendukung pernikahan, dan memperbanyak keturunan. Tapi punya anak kan ga cuma melahirkan dan membiayai kehidupannya aja (sampai tiba waktunya dia mandiri). Untuk punya anak yang kelak mendoakan kita kalau kita sudah tiada, orang tua juga perlu kerja keras mendidik anak sesuai syariat kan? Belum lagi doa yang terbalut bid'ah, ga akan diterima. 

Jadi om, tante, bapak, ibu semuanya..ga perlu berbasa basi yang basi ya. Jangan jadi orang Indonesia banget deh. Lama ga ketemu mesti yang ditanya duluan ga jauh-jauh dari sudah nikah belum,, sudah berapa anaknya..Ada juga tuh, orang baru kenal sudah tanya-tanya anak. Ihh situ kepo deh. Kenapa emang, kalau saya punya anak, situ mau biayain sekolahnya?

Yah sekian sudah saya luncurkan kata hati saya. Hujan gerimis sudah berhenti. Langit masih mendung. Yang penting hati tetap ceria. Dan ingat...

To have or not to have,  stay happy and be grateful.   

Kamis, 14 November 2013

Ngebolang di Bangkok -tamat-

Tulisan ini adalah bagian akhir dari ceritaku tentang Bangkok trip bulan Agustus lalu. Kali ini aku akan cerita tentang dua destinasi yang wajib dikunjungi di Bangkok dan menjadi agenda utamaku, Grand Palace dan Chatuchak weekend market. Dua tempat yang ada di kutub yang berseberangan yah, yang satu (dulunya) tempat tinggal raja-raja dan satu lagi tempat berkumpulnya rakyat, hehehe...


Seperti yang kuceritakan di sini, aku pergi ke Bangkok dalam rangka seminar IADR. Di situs resminya, panitia penyelenggara IADR bekerja sama dengan sebuah travel agent menawarkan paket one day trip ke Grand Palace dan Wat Pho temple. Sebetulnya selama ini aku jarang sih pergi menggunakan jasa travel agent karena merasa jadi terikat dengan waktu, agak terbatas dan ga bisa semau kita. Tapi berhubung teman seperjalanan semuanya sepakat untuk ikut tour aja jadi ya aku ikut dong biar kompak hehehe..Sebagai peserta IADR dan berstatus 'accompanying person', Mba Shanty sudah tidak perlu membayar untuk trip ini. Sementara aku, karena batal jadi peserta jadi harus membayar 1500 THB. Harga yang cukup mahal juga sih, kalau dibandingkan kita pergi sendiri.
Ternyata, ga ada peserta seminar lain yang join paket trip ini, betul-betul hanya kami berempat. Sisi positifnya kami jadi bisa lebih bebas, ga perlu tunggu-tungguan dengan peserta lainnya, tour guide bisa lebih maksimal mendampingi kami. Mobil yang disediakan juga bagus dan nyaman dan pastinya lega karena isinya cuma kami berempat, plus supir dan guide..
Grand Palace memang pantas menjadi salah satu ikon yang menjadi destinasi yang wajib dikunjungi di Bangkok. Waktu masuk ke kompleks istana aku cukup terpana karena areanya sangat luas, bangunan-bangunannya megah, indah dan relatif terjaga kebersihannya.
Me, my student Sabrina and her mom at the most outer part of Grand Palace
Pengunjung Grand Palace dikenakan biaya 500 THB, kecuali untuk orang lokal bebas biaya alias gratis. Waktu kami ke sana, pengunjungnya ramaai... Dan sepertinya turis dari Indonesia cukup banyak, tour guide kami aja sampai ambil kursus singkat bahasa Indonesia. Ya lumayan lah ada tour guide, kunjungan kami jadi bernilai lebih daripada cuma sekedar foto jepret-jepret sana sini. Kami jadi bisa dapat berbagai cerita mulai dari sejarah, makna dari patung-patung dan bentuk bangunan yang ada di situ, dan ada tempat bertanya ini itu.  Tapi sekarang kayaknya sih sudah lupa, hahaha...xD

Di segenap penjuru ada berbagai patung dengan bentuk aneh seperti ini, masing-masing punya makna tersendiri


Kira-kira sudah berapa ribu orang ya yang papasan dengan patung penjaga ini...


Huge and tall buildings with careful attention to detail in every corner


Ada beberapa pilihan untuk mencapai Grand Palace. Naik taksi mungkin lebih praktis ya, tapi sebetulnya ada satu cara yang lebih seru yaitu naik transportasi umum (sky train) turun di Saphan Taksin station disambung dengan perahu yang bisa dinaiki di dermaga Sathorn, karena letak kompleks istana ini di tepi sungai Chao Praya. Dari stasiun skytrain ke dermaga itu cuma tinggal jalan kaki sedikit. Dengan naik boat ini selain lebih murah, bisa sekalian melihat-lihat pemandangan, tapi pastinya lebih ribet dan harus rela antri waktu mau naik perahu. Aku sempat naik perahu dari dermaga ini waktu mau ke Asiatique, dan ada beberapa jalur dengan destinasi yang berbeda. Untuk lebih jelasnya mungkin bisa baca tulisan di situs ini, baca juga aturan berpakaian bagi pengunjung istana.
Sayang banget, saat itu lagi musim hujan di Bangkok dan sore hari itu pun hujan turun bahkan sempat cukup deras. Selain karena hujan, kami juga masih harus ke Wat Pho jadi ga bisa berlama-lama. Padahal di kompleks Grand Palace yang luas ini masih banyak yang bisa dikunjungi. Gapapa lah, jadi kan ada alasan untuk ke sini lagi :D

Oke jadi dari Grand Palace kami lanjut ke kuil Wat Pho. Sebetulnya bisa jalan kaki sekitar 10 menit (katanya), tapi karena kami ikut tur jadi tinggal duduk manis di mobil deh. Kami menunggu supir datang menjemput di seberang Grand Palace, di sebuah taman dengan banyak sekali burung merpati. Di sekitar pintu masuk istana dan di taman ini cukup banyak orang yang berjualan, aku sempat juga iseng beli mangga di tukang jualan buah potong hehehe...



Hujan rintik-rintik menyambut kami saat tiba di Wat Pho Temple. Menurut guide kami, kompleks kuil ini adalah yang terbesar di Bangkok. Di dalam kuil ada patung Buddha yang sedang berbaring miring, yang lebih terkenal dengan "reclining Buddha". Tour guide kami bilang patung yang berukuran raksasa itu betul-betul dilapisi emas. Ga lama kami di sini, semakin sore hujan semakin deras! Begitu agak reda, kami berlarian ke mobil dan kembali ke hotel.
Peaceful Wat Pho temple
Macet parah sore itu. Hujan di Jumat sore, a perfect combo to cause heavy traffic jam. Tapi ntah kenapa aku merasa pengendara di Bangkok agak sedikit lebih sabar dan berbudaya daripada di Jakarta. Meskipun macetnya sama parahnya, tapi aku jarang mendengar bunyi klakson yang biasa bersahut-sahutan di Jakarta. Aku perhatikan di pertigaan atau perempatan tanpa lampu merah pun ga main asal serobot dan main seradak-seruduk.

Dan akhirnya, keesokan harinya aku ke Chatuchak! Yeaay..Sabtu pagi yang cerah alhamdulillah..Kami berempat naik taksi ke stasiun sky train terdekat. Pagi itu keretanya penuh, aku berdiri di sepanjang perjalanan sampai Mo Chit station. Dari situ masih harus jalan kaki, menyusuri jalan mengikuti arus keramaian. Di sepanjang jalan menuju pasar Chatuchak sudah banyak orang berjualan di trotoar jalan. Jangan terlalu lama mampir di sini, the 35 acres weekend market with thousands stalls is waiting! :D

Sejujurnya aku agak ambisius untuk pergi ke Chatuchak market ini. Penasaran banget kayak apa weekend market yang katanya bukan hanya terbesar di Thailand tapi termasuk terbesar di dunia! Bisa dibilang semuanya ada di sini, mulai dari produk fashion, berbagai suvenir dan cinderamata khas Thailand, alat kebutuhan rumah tangga, makanan, spa and bath products, artworks, sampai thai massage juga ada..Sayangnyaaa..sebelum pergi memang kurang browsing euy... Begitu di sana aku hanya ikut ke mana kaki melangkah. Sekarang malah baru tahu kalau pasar itu terbagi menjadi 20-an zona dan ada petanya. Bahkan katanya sih kalau mau bisa sewa pemandu juga.
Pergi ke Chatuchak berarti pakai baju senyaman mungkin yang menyerap keringat karena panaaas..Lebih baik pake sendal jepit karena bakal banyak jalan kaki. Atau beli sendal di sana juga bisa :D ... Paling enak sih kalau perginya dengan orang yang minat dan kebutuhannya sama. Seperti halnya pasar kebanyakan, tawar-menawar berlaku di sini. Dan kalau ada barang yang ditaksir mendingan langsung beli, daripada menyesal karena mikir bakal bisa balik lagi ke toko yang sama ternyata ujung-ujungnya ga ketemu.

Selagi di sini, jangan ga makan mango sticky rice yaaa..mangganya segar dan manis, syedap!


Ibu ini ga hanya menjual mangga yang dimakan dengan ketan dan sedikit siraman santan a.k.a mango sticky rice itu, tapi juga durian! Awalnya si Ibu ga mau jual durian dengan sticky rice, karena dia hanya jual buah duriannya aja dan dalam jumlah yang cukup banyak. Sementara aku kan cuma ngiler dan mau sedikit aja.. Jadi aku rayu-rayu ibunya untuk jual durian sticky rice dan akhirnya dia mau...hihihihi...daging duriannya tebal, lembut, enak banget dimakan sama sticky rice..nyam!

Rasanya aku masih belum puas banget jalan-jalan di Chatuchak. Suatu hari nanti aku akan kembali, :)
Sawadee khaa..

Rabu, 16 Oktober 2013

HNP, Go Away and DONT Come Back!

Disclaimer: this post contains a long long story and lots of medical terms. :D

Wiken lalu adalah wiken yang sangat bersejarah dalam hidupku. 
Tepatnya tanggal 11 Oktober 2013 lalu, aku harus menjalani prosedur yang dihindari semua orang: operasi.

Jadi ceritanya berawal dari sakit pinggang (kerennya disebut Low Back Pain atau disingkat LBP), yang sudah kurasakan sejak aku masih koas dulu. Pertamanya sakit ini hilang timbul, kadang terasa, kadang gak..Tapi lambat laun kok sakitnya makin sering. Lalu pada tahun 2008, saat aku sekolah lagi, aku memeriksakan diri ke bagian Rehab Medik RSCM. Kebetulan ada seorang teman yang sedang menjadi residen alias sedang menempuh pendidikan spesialis di bagian tersebut. 
Aku diperiksa oleh konsulen rehab medik (staf pengajar, dokter yang sudah bergelar spesialis), dan dirujuk ke radiologi. Dari hasil interpretasi foto rontgenku, katanya ada penyempitan di diskus antara L4-L5. Aku pun disarankan untuk fisioterapi. 
Buat orang awam mungkin agak bingung, apa sih L4-L5? Aku jelaskan sedikit yah, jangan ngantuk loh...:D 

Tulang belakang kita terdiri dari 33 ruas, mulai dari leher sampai tulang ekor. 

- Bagian leher : Cervical vertebrae (C) terdiri dari 7 ruas. 
- Bagian dada : Thoracal  (T) terdiri dari 12 ruas.
- Bagian pinggang : Lumbal (L) terdiri dari 5 ruas.
- Bagian pinggul : Sacrum  (S) terdiri dari 5 ruas.
- Tulang tungging/ekor terdiri dari 4 ruas yang menyatu.
*foto bisa search di google yaa..*

 Nah L4 artinya Lumbal ke-4, alias ruas ke-4 di bagian pinggang.

Sementara diskus adalah bantalan antara ruas tulang belakang yang berfungsi sebagai shock absorber sehingga tulang belakang kita bisa bergerak fleksibel tanpa bergesekan. Diskus terdiri dari bagian tengah/inti disebut nukleus, dan dikelilingi bagian tepi yaitu annulus yang merupakan jaringan ikat biar si nukleus ga lari kemana-mana, gitu.

Aku dijadwalkan fisioterapi sebanyak 7 kali kunjungan. Setiap kunjungan, ada 3 jenis alat yang digunakan. Ada infra red untuk memanaskan bagian punggung, TENS yang mengalirkan listrik untuk merangsang syaraf dan mengurangi nyeri, dan satu lagi apa yaa, lupa..:D Antara Laser atau Ultrasonic deh kayaknya. 
Tapi ternyata, setelah perawatan itu, sakit pinggangku ga kunjung hilang. Tapi kubiarkan, kudiamkan, kutahan dan berharap semuanya baik-baik saja. 
Makin lama, sakitnya semakin mengganggu. Hanya intensitas sakitnya aja yang naik turun. Kadang sakit sedikit hingga bisa kuabaikan. Tapiiii kalau lagi kumat, aku bisa dibuat menangis karenanya. Sakitnya tuuhh, gimana ya menggambarkannya..Seperti pegal-pegal tak berkesudahan, sakit saat berubah posisi, bahkan terkadang diam ga berbuat apapun sakit. Dari luar aku memang tampak baik-baik aja. Aku masih bisa tertawa-tawa bercanda ria, jalan-jalan kesana kemari, ga kayak orang sakit lah pokoknya. Tapi sebetulnya kondisi ini betul-betul mempengaruhiku. Aku cepat merasa capek. I feel constantly fatigue. And it affected my mood, too.

Nah beberapa bulan lalu, sekitar bulan Mei, sakitnya naik level. Yang tadinya hanya seputar pinggang dan punggung, jadi merambat mulai dari pantat hingga betis kaki kanan. *Untung cuma kaki kanan, pfiuuhh* Rasanya seperti kram otot terus menerus, terkadang kedutan, dan kesemutan. Setiap kali batuk atau bersin, terasa nyeri seperti otot-ototku tertarik. Aku juga tidak bisa tidur telentang dengan meluruskan kaki kanan karena sakit. Kalau solat, saat ruku' aku hanya bisa sedikit membungkuk, begitu juga saat sujud harus pelan-pelan. 
Lalu aku mencoba berobat ke dokter spesialis rehab medik di RS Charitas Palembang, dan disarankan untuk fisioterapi (lagi). Kata dokter, dicoba dulu fisio sebanyak 6 kali. Kalau ga ada perubahan aku perlu diperiksa dengan MRI. Sayangnya fisio tidak berjalan mulus, karena baru 2 kali terapi aku pergi jalan-jalan. Ke Hong Kong. *duh....Soalnya tiket sudah dibeli jauh-jauh hari. Jadilah aku jalan-jalan dengan kaki sakit, tiap malam minum analgesik (>_<)...

Sepulangnya dari HK, aku sempat vakum 2 minggu baru aku teruskan fisioterapi di RS Charitas. Aku lunasi pertemuan sebanyak 6 kali sesuai yang disarankan dokter. Tapi ga membuahkan hasil. Akhirnya pas kebetulan aku ke Jakarta, aku berobat ke dokter spesialis neurologi di Paviliun Kencana RSCM. Dokter bilang aku suspek HNP, dan perlu pemeriksaan MRI. Aku dibekali dengan obat, Lyrica dan Arcoxia. Waktu minum obat, sakitnya agak berkurang di siang hari tapi kembali muncul di malam hari.
Pulanglah aku ke Palembang, dan berobat lagi ke dokter spesialis neuro di RS Siloam Sriwijaya. Dokter tsb merujuk aku ke bagian radiologi untuk pemeriksaan MRI. Setelah melihat hasilnya, beliau mengkonfirmasi bahwa aku mengalami HNP terutama di bagian L4-L5 dan L5-S1, dan menjadwalkanku fisioterapi sebanyak 6-7 kali.
Apa sih HNP?
HNP adalah singkatan dari Hernia Nukleus Pulposus. Mendengar kata Hernia, biasanya orang langsung mengasosiasikannya dengan "turun berok". Jadi sebetulnya hernia atau herniasi adalah istilah medis yang berarti menonjol atau tonjolan. Nah dalam kasus ini, yang mengalami herniasi adalah si bagian dalam diskus (bantalan antar ruas tulang belakang yang sudah kuceritakan di awal tadi), yaitu nukleus pulposus. Si diskus ini bisa menonjol keluar dari tempatnya, karena bagian pinggirnya (annulus) robek. Kalau ada trauma, misalnya pekerjaan mengangkat beban berat, jatuh terduduk, maka diskus akan makin menonjol keluar. Guncangan saat kita berkendara jarak jauh melalui jalan rusak dengan mobil yang suspensinya sudah jelek juga bisa memicu trauma yang lebih besar dan mengakibatkan herniasi diskus ke tempat berlalunya syaraf tulang belakang, dan pada akhirnya menekan syaraf. Karena aku mengalami HNP di bagian lumbal dan sakrum, maka keluhan yang aku rasakan adalah low back pain dan leg pain tadi.

Potongan MRI ku Juni lalu yang kufoto dengan ponsel.


Begini kira-kira ilustrasinya. *from google images*


































Dokter neuro di RS Siloam mengatakan bahwa HNP yang aku alami masih dalam tahap awal. Harusnya masih berespon positif dong ya setelah fisioterapi. Tapi nyatanya, tidak ada perubahan yang berarti. Padahal aku patuh pada jadwal, selang sehari. Aku pun mencoba ke dokter ahli akupunktur, dokternya baik deh, kliniknya ada di ruko sebelum Sekolah Kusuma Bangsa di Palembang. Tapi masih tetap sakit juga.

Nah, semua dokter yang kukunjungi, mulai dari dokter di RS Charitas, Siloam Sriwijaya, hingga dokter akupunktur tadi, merekomendasikan satu nama. Dr. Lutfi Gatam, spesialis bedah orthopaedi yang mendalami Spine alias tulang belakang. Aku bertekad untuk berkonsultasi dengan beliau, tapi baru terealisasi Kamis, 3 Oktober lalu. dr. Lutfi praktek di RS Premier Bintaro setiap Kamis dan Senin malam.
Ternyataa, temanku Harmantya spesialis orthopaedi yang dulu sempat sama-sama bekerja sebagai  redaksi Klikdokter.com, ada di ruangan dr. Lutfi malam itu. Harman juga praktek di Spine Center RS Bintaro, sering menjadi asisten dr. Lutfi di ruangan operasi dan mendampingi beliau praktek. Pantas kalau banyak direkomendasikan orang, Dr. Lutfi memang ahli spine terkenal, dan orangnya baik banget, ramah ke pasien-pasiennya.
Baik dr. Lutfi maupun Harman cukup kaget melihat foto MRI ku, karena menurut mereka penonjolan diskusnya sudah cukup lanjut..*which means a little bit contrary to what neurologist in Siloam Hospital said*. "Udah gede banget nonjolnya, Tha.." kata Harman. Jadi mereka menyarankan, diskus yang keluar itu diambil supaya ga menekan syaraf dan menyebabkan aku sakit lagi.
"Gimana caranya, dok? Operasi?" kataku cemas.
Berkat kecanggihan teknologi, kasus sepertiku tidak perlu lagi dirawat dengan operasi bedah, dengan sayatan panjang, dan lebih besar resiko untuk komplikasi. Kini, diskus yang herniasi bisa diambil dengan bedah minor, yaitu dengan prosedur Minor Endoscopy Discectomy (MED). Aku pasrah, karena kalau tidak diambil tindakan ini, lama kelamaan diskus yang herniasi bisa semakin menonjol keluar dan menjepit syaraf. Kalau sudah terjepit total, maka yang terjadi adalah......kelumpuhan. Naudzubillah min zalikk......

Dengan mantap, aku katakan aku bersedia menjalani prosedur MED, dijadwalkan seminggu setelah aku konsultasi dengan dr. Lutfi. Pinggangku, tepat di daerah L5-S1, disayat 18 mm saja, lalu tube endoskopi yang ujungnya dilengkapi kamera dan alat untuk mengambil diskus dimasukkan. Dokter bekerja dengan melihat layar, dengan pembesaran 20x.  Tidak makan waktu terlalu lama, katanya sih kurang dari 1 jam. Tapi karena ada persiapan untuk pembiusan total dan alat-alat, aku berada di ruang OK hampir 3 jam. Video prosedur MED ini sudah banyak di-upload orang di youtube, sila search kalau mau tahu lebih lanjut :D.
Masih sempet pose di ruang persiapan op :D

Aku opname di RS Bintaro cukup 3 malam saja. Setelah operasi, aku ga boleh bangun dari tempat tidur, jadi harus dipasang kateter. Sehari setelahnya kateter boleh dilepas, aku boleh bangun dan latihan jalan. Alhamdulillah aku ga merasa nyeri yang berarti. Hanya sedikit sakit di bekas luka sayatan kalau aku berubah posisi. Kadang masih terasa kedutan dan sedikit nyeri di pantat dan kaki, tapi katanya hal ini normal dan disebabkan proses inflamasi pasca operasi aja. Aku harus selalu memakai korset lumbal saat beraktivitas selama 2-3 bulan ke depan, untuk menopang tubuh dan pengingat bahwa aku belum boleh membungkuk ekstrim dulu untuk sementara waktu. 
Hari ini hampir seminggu pasca operasi, alhamdulillah kondisinya semakin membaik. Nyeri yang dulu selalu mengganggu sudah hilang. Nyeri sedikit-sedikit ya wajarlah, namanya juga habis diobok-obok. Alhamdulillah ya Allah, yang Maha Mendengar dan Mengabulkan segala doa. Agak sedih, karena aku ga boleh sepedahan lagi, karena posisinya membungkuk dan rentan guncangan..hiks..
Sekarang tugasku adalah menjaga baik-baik tulang belakangku, jangan sampai HNP terjadi di ruas tulang belakang yang lain. Naudzubillaah aku ga mau lagi, bius total ga enaakk..Begitu setengah sadar, aku mual parah dan muntah-muntah. Belum lagi mengingat biaya total yang harus keluar. Duh, bisa buat beli mobil seken walaupun tahun tua. Alhamdulillah syukur, semuanya dicover asuransi.
Aku merasa berterima kasiihh banget sama papa mama yang begitu suportif walaupun awalnya dihinggapi keparnoan waktu mendengar kata-kata operasi. Maklum, anak kesayangan :D..Kakak-kakakku, ponakanku, temen-temen, semua care banget..♥ Terutama suamiku, yang rela tidur di lantai  beralas sejadah di samping bedku padahal AC-nya dingin sangaat..I really can't thank him enough..May Allah always bless you, Dana...

Kalau ada yang membaca postingan ini juga merasa sering back pain, jangan parno dulu. Penyebab back pain ga selalu berhubungan dengan diskus. Bisa jadi karena otot, tendon, ligamen, semua struktur yang ada di tulang belakang kita. Dan 90-95 % kasus back pain bisa dirawat dengan cara konservatif kok sebenarnya. Dengan pemberian obat, fisioterapi, exercise, dan menghindari faktor resiko. Pokoknya mulai sekarang, perhatikan betul posisi saat duduk dan berdiri. Jangan bungkuk. Kalau mau angkat berat, jongkok dulu baru angkat bebannya. Bangkit dari tempat tidur juga jangan langsung bangun, tapi miring dulu baru angkat badan dari kasur. Dan terutama untuk dokter gigi, yang biasa duduk miring-miring saat kerja pasien, rentan banget untuk mengalami HNP. Ya kalau mau aman, periksa lah kalau sudah ada keluhan. Ke Harman juga bisa tuh, baik kok orangnya ;D *promosi tulus tidak berbayar*

Better days are coming, insya Allah.

Allah Maha Pemurah,,,, 
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Sabtu, 28 September 2013

Go Travel!

Di Twitter atau Instagram, aku banyak follow orang yang sering bepergian,  yang ntah pekerjaannya memang mengharuskan dia untuk begitu atau memang karena dia suka travelling. Nah, kalau dia posting foto atau cerita tentang perjalanannya, aku sering baca komentar orang-orang yang bernada sama.

"Sebeel..Foto-fotonya bikin iri deehh..."
"Di mana ini kaakkk,,,aku juga mau ke sanaa,,,huhuhu"
"Siriikkk pengen jalan-jalan jugaa.."
"Ih kapan kerjanya sik, jalan-jalan muluk...!"

  
Ya aku ga munafik yah.. Aku juga sering kok  merasa begitu. Dan terus terang rasa iri itulah yang menjadi awal mula beberapa perjalananku. "Ih si A ke situ asik banget sih kayaknya, aku maauuu"..Begitu kira-kira yang terbersit dalam hati. Dan waktu itu, ketika @vabyo solo travelling ke London, aku sempat baca tweet-nya yang menanggapi salah satu follower-nya, yang intinya iri itu boleh dan bagus. Asaaal, perasaan iri itu bisa memotivasi kita untuk bisa mencapai apa yang orang lain lakukan, dengan cara yang baik dan benar. I totally agreed. Rasa iri saja tanpa melakukan apa-apa ga akan membuat kita kemana-mana, sementara orang lain yang sudah membuat kita iri sudah melanglang buana. 

Tentunya setiap orang punya prioritas yang berbeda-beda. Aku follow @climbingbird di Twitter dan Instagram, and i'm instantly falling in love with her stories and travel photos. Dia orang Indonesia yang menikah dengan orang bule. Di salah satu foto instagramnya, dia menanggapi komentar seseorang. Katanya....


"...honestly i don't own much in term of material.....But i spent my money for travel, good camera good coffee and good food. I don't know if you noticed, almost in each journey i wore the same clothes!! So everyone has different priority....."

Akun @Kartupos waktu itu juga pernah membahas tentang spending money for travelling vs buying a house or car. Dan aku setuju, in some point, (in his opinion less than 35 yo), you should already have your own house. Mau masih dalam tahap mencicil kek, yang penting sudah punya rumah sendiri. 

Jadiii intinya, kalau punya impian pingin ke sana pingin ke situ, wujudkan! Ini ada quote yang bagus banget dari akun facebook-nya @ClaudiaKaunang...

"Don't blame your busy work. Don't blame your limited 12 days leave. Don't blame your underpaid salary. Don't blame the weaken Rupiah over USD. Don't blame anything if you can't travel. Instead, do something real to make your travel dreams come true. Save your leave, cut your shopping for unnecessary things, cut your coffee expenses, stop going to midnite sale, or save in USD. Just do something, take action, never blame anything." May your travel dreams come true, friends! :))


Kamis, 26 September 2013

Ngebolang di Bangkok

Kepergianku ke Bangkok kemarin diawali dengan kejadian yang kurang menyenangkan, so waktu mau pergi rasanya kurang semangat. Jadilah berangkat tanpa menyiapkan itinerary yang jelas. Padahal biasanya sih sebelum pergi, terutama ke tempat yang belum pernah kudatangi, aku lumayan banyak browsing dan menyusun rencana kira-kira mau pergi ke mana aja.

Tapiii,,,Alhamdulillah kepergian tanpa rencana yang pasti ini tidak mengecewakan sama sekali, malah melebihi ekspektasiku. Dan alhamdulillah banget aku ga mengalami kejadian tidak menyenangkan meskipun pas hari pertama jalan-jalan, aku betul-betul ngebolang sendirian. Padahal baru pertama kali itu ke Bangkok, hehehe...

Berikut highlights dari acara jalan-jalanku di Bangkok:

Cafe Tartine
Aku tahu tempat ini dari Tiger Air inflight magazine yang kubaca selama perjalanan dari Jakarta menuju Bangkok. Kebetulan ada artikel di majalah itu yang membahas tentang tempat-tempat yang direkomendasikan untuk dikunjungi saat sedang berada di Bangkok. Salah satunya tempat ini, dan pas aku lihat alamatnya, lah kok kayaknya dekat dari hotel tempat seminar. Atas nama penasaran, aku pun mencoba ke sana, berbekal google map dan tanya-tanya orang. :D

Dan ternyata memang dekat sekali! Walaupun sempat salah belok dan sedikit "nyasar", akhirnya ketemu juga. Untuk mencapai cafe ini, bisa naik BTS turun di Ploenchit station. Lokasinya di belakang Athenee residence. Kalau sudah ketemu jalan Soi Ruamrudee itu tinggal belok ke kiri sedikit, sampai deh! :)
Add caption
Menurut artikel di Tiger magazine, cafe yang sarat nuansa Prancis ini cukup terkenal akan kesegaran salad yang bisa dipesan sesuai keinginan dan dessert-nya yang enak. Tapi aku ga mencoba saladnya, karena aku masih kenyang. Jadi aku mencicipi dessert-nya aja, Lemon Meringue Tart, dan hot cappucino. 

Seriously, this Lemon meringue tart is big..!Makan 1 potong aja kenyang banget ..

Selama aku duduk di sana sekitar 1 jam, pengunjungnya kebanyakan bule dan ada beberapa orang Prancis. Jadi ga berasa lagi di Bangkok hehehe. Sayangnya meski ada free wifi tapi koneksinya jelek. 
Nice ambience. The coffee, good but not great. Prices are reasonable.
The selection of desserts.

Friendly staff, nice ambiance, tempting desserts, i would recommend this place but dont go for dinner because they close early at 8 pm. 

Mal Platinum
Di Bangkok banyak sekali pusat perbelanjaan, modern ataupun tradisional. Platinum sering banget disebut-sebut mirip kayak ITC di Jakarta tapi lebih murah. Dan setelah aku lihat sendiri sepertinya aku harus setuju. Barang-barangnya (didominasi fashion for women) lucu-lucu banget dan harganya memang murah tapi harus nawar..Kalau beli grosir harganya lebih murah, makanya aku lihat banyak banget orang warawiri menyeret tas belanja plastik mirip koper, yang pastinya isinya akan dijual lagi (termasuk di online store yang beredar di Indonesia kayaknya hihihi). Ada yang bilang para penjaga toko di Platinum judes dan jutek, ga suka kalau barangnya cuma dilihat/dipegang tapi ga dibeli. Tapi untungnya waktu aku ke sana mereka baik-baik aja, tuh. Dan jangan kaget, lumayan banyak juga waria yang jaga toko... :))
Satu kekurangan mal ini adalah jaraknya yang cukup jauh dari BTS. Yang terdekat adalah Chidlom station tapi harus jalan kaki lagi dan cukup jauh juga jaraknya. Nah di sinilah pengalaman pertamaku naik ojek di Bangkok hahaha...Tukang ojeknya baik kok, naiknya di dekat stasiun Chidlom dan kena 30 B. Aku sudah coba tawar ojeknya tapi tarif terendah sekali naik sepertinya ya 30 B. 
Oya i didnt take any pictures here but you can find it easily in the internet. 

Jim Thompson Factory Sales Outlet
Jujur aku baru tahu ada merk ini dan ternyata cukup terkenal. Sebetulnya di majalah Tiger Airways itu juga ada rekomendasi ke Jim Thompson House. Tapi kupikir itu adalah galeri seni yang dinamai sesuai dengan nama seseorang pengusaha asal Amerika yang mengembangkan bisnis tekstil berbahan dasar sutra di Thailand. Ternyata selain aneka produk tekstil, Jim Thompson juga mengeluarkan produk seperti tas dengan berbagai model dan ukuran, mulai dari hand bag sampai dompet kecil dan aksesoris lainnya.
Nah jadi siang itu setelah makan siang di seminar, dosen-dosenku mulai menyusun rencana untuk pergi melihat-lihat tas. Tapi kami tidak pergi ke galeri, melainkan ke factory outlet-nya karena di situ harganya diskon meski tidak ada new arrival, bahkan mungkin beberapa sudah last season. Tapi ga masalah juga sih, motifnya lucu-lucu hehehe...Waktu di Don Mueang Airport ada outletnya, aku bandingkan tas yang kubeli selisih harganya cukup lumayan, sekitar 35%..;D
Don Mueang Airport with my new Jim Thompson bag :D *pamer :)))
 Factory sales outlet ini terletak di 153 Soi Sukhumvit 93, Bangchak, Phakanong. Bisa naik BTS, turun di Bangchak, tapi masih harus jalan kaki lagi dan cukup lumayan sih jaraknya. Kami sempat meragukan betul atau ga arah kami berjalan, karena kondisi jalannya kurang meyakinkan. Beberapa kali kami bertanya ke orang yang kebetulan ada di pinggir jalan, dan sepertinya semua orang tahu toko itu.
Outletnya ada 4 (atau 5 ya lupa) lantai. Lantai dasar menjual  bahan-bahan untuk sofa, taplak meja, dll. Di atas ada 1 lantai khusus menjual tas dan aksesoris lainnya.

Mah Boonkrong Mall (MBK)
Mall ini mungkin cocok untuk orang yang hanya punya waktu jalan-jalan singkat misalnya 1 hari saja, tapi harus beli oleh-oleh khas Thailand untuk orang di kampung halaman. Di lantai 6 cukup banyak pilihan oleh-oleh yang bisa dibeli dan harganya cukup murah, kok. Tapi untuk pakaian jauh lebih oke di Platinum kayaknya.
Selain itu, di mal ini ada musholanya, lho! Posisinya ada di lantai 6. Yang lebih asiknya lagi, di Food Court Fifth Avenue di lantai 5 ada beberapa pilihan makanan dengan label halal dengan rasa yang enak, meski harganya agak lebih mahal dibandingkan food court lantai 6. Jadi, sodaraku yang muslim ga perlu pusing cari makanan :)
Makanan Indonesia di 5th Avenue MBK

Nah, kalau capek atau mungkin bosan jalan-jalan di mall, berseberangan dengan MBK ada yang namanya Bangkok Art and Culture Center (BACC). Jadi kalau naik BTS turun di National Stadium station, ke kanan ke MBK, ke arah kiri ke BACC. Kalau orang yang serius ingin melihat pameran/karya seni sih mungkin ga terlalu puas ya karena karya yang dipajang masih relatif sedikit. Tapi ada kursi-kursi yang disediakan bagi pengunjung, jadi cukup nyaman lah untuk duduk-duduk melepas lelah hehehe...
Ada satu tempat ngopi yang direkomendasikan salah seorang yang aku follow di instagram, namanya Gallery Coffee Drip. Letaknya di BACC lantai 1. Menurutku sih, sang pemilik cukup serius menggarap kafenya. Waktu aku kesana, semua crew sibuk saking ramainya pelanggan.

Asiatique
Tempat ini menurutku agak mirip seperti Clarke Quay Riverside di Singapura. Letaknya di tepi sungai Chao Praya, ada restoran, kafe, kios-kios yang menjual aneka rupa barang, hingga tempat refleksi. Menyenangkan sih tempatnya...Barang-barang yang dijual juga menarik dan lucu-lucu..Tapi mencari makanan halal agak sulit di sini. Aku aja kemarin akhirnya makan di KFC -_-'
Ini tempat kita turun dari shuttle boat
Untuk mencapai tempat ini ada dua opsi. Naik taksi, atau alternatif yang lebih seru adalah naik sky train, turun di Saphan Taksin station, lalu jalan sedikit terus lanjut naik free shuttle boat service di Sathorn Pier. Aku ke sana dengan menggunakan cara kedua, tapi ternyata malam itu yang mengantri untuk naik shuttle boat ramai sekaliii dan kami mengantri cukup lama. Padahal hari sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan seharian sudah wara-wiri jadi sebetulnya betis sudah cape banget. Kata teman yang ke sana hari sebelumnya sih, sore hari ga terlalu panjang antriannya. Menurut saranku, kalau mau ke sana sebaiknya pergi sejak  sore hari jadi masih bisa lihat pemandangan. Yaa walaupun sungainya coklat sih tapi kayaknya seru aja gitu. 

Front side 



Aku iseng brosing dan nemu blog ini yang mengulas Asiatique dengan cukup lengkap, plus banyak foto-fotonya. Silakan mampir.. :D

Nah sudah panjang banget nih ceritanya, tapi sebetulnya ya, bagian yang paling mengesankan buatku di Bangkok trip ini adalah pergi ke Grand Palace dan Chatuchak weekend market. Aku akan ceritakan di postingan selanjutnya yaaa...

Sawadee khaa...! :D

Selasa, 03 September 2013

Seputar Seminar IADR-APR Bangkok


Hari pertama IADR-APR (International Association for Dental Research-Asia Pacific Region) tanggal 21 Agustus lalu aku lewati dengan berjalan-jalan keliling Bangkok sendirian. Lho ga ikut seminar?

Iya seperti yang aku sudah ceritakan di sini, bahwa aku hanya menemani mba Shanty aja. Semua biaya perjalanan juga aku tanggung sendiri. Walaupun rencana awalnya aku akan mendaftar sebagai "accompanying person" di seminar tersebut, tapi rencana tinggal rencana. In the last minute, aku batal ikut seminar.
Walaupun ga ikut seminar, tapi pagi itu aku ikut ke Plaza Athenee, hotel tempat seminar diselenggarakan. Di situ aku bertemu dengan beberapa dosenku dulu, juga ada Erik sohib satu angkatanku. Tapi aku cuma bisa beredar di sekitar tempat registrasi. Ya kan bukan peserta gitu loh. 
Setelah semua orang (yang kukenal) naik ke ruangan seminar, aku pun "ngebolang" sendirian. (pssst, akan ada posting khusus untuk acara ngebolang ini..! hehehehe)

Yang lain pada rapi jali, aku settingan jalan-jalan :D
Oya pagi itu ternyata kami bertemu cukup banyak peserta IADR yang sama-sama menginap di Ibis Sathorn. Tidak ada kendaraan khusus yang mengantar peserta seminar ke Plaza Athenee, jadi kami terpaksa mencari taksi yang ternyata sangat sulit didapat hari itu. Sekitar setengah jam kami melambaikan tangan di pinggir jalan besar, dan akhirnya malah ada yang naik tuk-tuk. Mungkin karena banyak komplain mengenai hal ini, di hari kedua seminar ada beberapa mobil van khusus yang disediakan untuk transportasi peserta ke Plaza Athenee. 

Malamnya, ada acara welcoming dinner di ballroom Plaza Athenee. Aku diajak untuk ikut, dan kebetulan ada nametag yang bisa kupakai karena pemiliknya tidak bisa hadir. Let's say, i was the replacement. Using someone else's nametag in this kind of situation is not something that i'm proud of, actually. Tapi karena dosenku yang mengajak, ya sudahlah yaa..And at the end of the night, i'm glad i came :D...


Di hari kedua, si empunya nametag yang kupakai semalam ternyata tidak ikut seminar. Jadilah aku "menggantikan"nya lagi tapi aku masih sungkan untuk masuk ke ruangan seminar untuk menyimak oral presentation. Jadi aku keliling lihat-lihat poster presentation aja sambil ngobrol-ngobrol sana sini. Padahal ternyata yah, orang-orang lain pada cuek aja tuh masuk-masuk tanpa memakai nametag. Pada ketinggalan atau lupa dipakai kali yah :D Tapi memang menyenangkan sih bisa ketemu dengan kolega dari universitas lain, baik dari negeri sendiri apalagi dari negara lain. Bisa tukar menukar informasi, membuka wawasan, dan bisa memotivasi diri juga. Sayang sungguh sayang aku ga benar-benar jadi peserta, tanpa beban melenggang masuk ke setiap oral presentation yang aku minati. Setelah ini aku mau jadi member IADR ah,,, dan insyaAllah seminar berikutnya bisa ikut. Kalau member kan registration fee lebih murah, plus keuntungan lainnya :).

Ada satu pertemuan yang paling berkesan buatku. Ingat tadi aku sempat cerita ada yang sama-sama menginap di Ibis Sathorn dan naik tuk-tuk di hari pertama seminar? Rupanya beliau seorang profesor dari University of Sydney. Aku sempat masuk saat beliau sudah setengah jalan mempresentasikan materinya di hari terakhir (yes, without nametag. Don't tell anybody, will you? :D). Aku masuk karena tertarik dengan materinya, yang berkaitan erat dengan tesisku dulu. Besok paginya saat sarapan di hotel aku menyapanya dan kami makan bareng. Setelah aku tahu namanya, ternyataa..banyak sekali jurnal hasil penelitiannya yang kupakai sebagai referensi di tesisku...^__^ It was a pleasure to meet you, professor.

With Prof. Ellakwa

Met some old and new faces at the seminar
Trus jalan-jalannya kapaan..? Di postingan selanjutnya, yaaa...Stay tune! :*


Minggu, 01 September 2013

Sawadee kha..!

Waw ternyata sudah lama juga ya aku ga berbagi cerita di sini..Sering aku berniat untuk menulis tapi karena suatu dan lain hal akhirnya tertangguhkan.

Kali ini aku pingin cerita tentang pengalamanku menjejakkan kaki di Bangkok untuk pertama kalinya. Minggu lalu, tepatnya tanggal 20-25 Agustus lalu aku ke sana. Salah satu rekanku sesama dosen di PSKG Unsri, mba Shanty, "mengajak" aku untuk menemaninya, karena salah satu mahasiswa bimbingannya, Sabrina, mengirimkan abstrak penelitiannya dan dipresentasikan sebagai salah satu poster di IADR-APR (International Association Dental Research-Asia Pacific Region). Jadilah kami pergi berempat yaitu aku, mba Shanty, Sabrina dan mamanya, namun kami terpisah menjadi dua. Aku dan mba Shanty berangkat dari Jakarta menuju Bangkok menggunakan Tiger Airways, sementara Sabrina dan mamanya dengan Air Asia, dengan selisih waktu keberangkatan sekitar 15 menit. 

Awalnya aku menyangka kami akan tiba di bandara yang sama, yaitu Don Mueang. Malam sebelum berangkat, aku baca kembali tiket Tiger Airways dan tertera di sana bahwa aku dan mba Shanty akan tiba di bandara Suvarnabhumi. Itu berarti rencana awal kami akan sama-sama berempat naik taksi ke hotel harus diubah. Malam itu juga aku kontak hotel tempat kami akan menginap, Ibis Sathorn, via email dan menanyakan bagaimana caranya sampai ke hotel menggunakan skytrain supaya lebih murah daripada taksi dan sepertinya lebih gampang ketimbang bis. Jadi, di Bangkok sistem transportasi publik sudah jauh lebih maju ketimbang kita di Indonesia. Ada MRT seperti di Singapura yang jalurnya berada di bawah tanah. Selain itu ada skytrain yang sering disebut dengan BTS (Bangkok Mass Transit System). Naik taksi ke hotel mungkin lebih mudah, tapi bisa jadi lebih mahal karena lalu lintas Bangkok padat dan sering macet, seperti Jakarta. Setelah urun rembuk dengan mba Shanty, diputuskan kami akan mencicipi public transportation di malam pertama kami tiba, dari Suvarnabhumi ke Ibis Sathorn naik kereta.

Setibanya di bandara Suvarnabhumi sekitar pukul 18.30, aku cukup terkesima bahkan sebelum sampai ke gedung terminal, dari balik jendela pesawat aku menyaksikan betapa luasnya bandara ini. Luas, bagus, bersih dan berdisain modern. Cukup jauh juga jarak yang harus ditempuh sepanjang arrival hall, meskipun ada travelator.
A loong long way to go...

Conveyor belt bagasi di bandara ini banyak sekali, kita perlu melihat petunjuk di papan untuk mengetahui bagasi kita terletak di line nomor berapa. Dari information counter aku dapat user ID dan password untuk fasilitas wifi gratis tapi koneksinya buruk dan hanya valid selama 15 menit. Lalu kami pun berjalan ke arah pintu keluar utama dan turun satu lantai untuk mencapai airport rail link yang terintegrasi dengan jalur BTS skytrain di tengah kota. Petunjuknya jelas kok, paling nanya-nanya dikit :D Airport rail link berhenti di beberapa stasiun, stasiun terakhir adalah Phaya Thai dan biayanya 45 Baht per orang.

Sesampainya di Phaya Thai station, kami lanjut naik BTS skytrain sampai Siam Station dan pindah jalur untuk mencapai Sala Daeng station yang merupakan BTS station terdekat dari Ibis Sathorn, biayanya 28 B per orang. Waktu sudah menunjukkan lewat pukul 9 malam saat kami tiba di Sala Daeng. Kekurangan dari pilihan naik kereta dari airport ke hotel adalaah,,,tidak ada eskalator atau lift yang berhasil kami temukan di stasiun ini. Padahal stasiun itu tingginya sekitar dua lantai, *namanya juga skytrain*.. Jadi kami harus gotong-gotong koper, untung turun tangga, kalau naik gempor juga ya :D Dan ternyata dari sini kami masih harus menyambung dengan taksi karena walking distance jauh sekali dan ga memungkinkan untuk jalan kaki. Setelah dihitung-hitung total cost untuk berdua dan dibandingkan dengan biaya naik taksi, ternyata selisihnya ga terlalu  jauh juga hehehe... Menyesal naik kereta? Ga juga sih, it's a part of the journey. :)
Agak lupa ini di stasiun mana, tapi kalau ga salah di Phaya Thai BTS station.
Acara seminar IADR diselenggarakan di Hotel Plaza Athenee. Di situs resminya, panitia penyelenggara memberikan informasi pilihan hotel. Hanya ada 2, yaitu di Plaza Athenee dan Ibis Sathorn. Tertulis di situ:

"Special reduced rates will be offered to delegates and participants. All hotels have been pre-selected to ensure safety, comfort, convenience, and proximity to the event venue. All room rates already include breakfast, service charges and applicable taxes."

Convincing enough, huh?

Karena room rate di Plaza Athenee cukup mahal dan Ibis Sathorn tampaknya cukup terjangkau, kami pun booking kamar di Ibis Sathorn tanpa mencoba cari tahu lebih lanjut pilihan-pilihan lainnya. Langkah yang kurang tepat sebetulnya, karena ternyata jarak Plaza Athenee ke Ibis Sathorn cukup jauh, tidak disarankan untuk jalan kaki, jadi harus naik taksi. Padahal Plaza Athenee sendiri letaknya dekat dengan BTS Phloen Cit station. Aku juga kurang mengerti kenapa pihak panitia memilihkan hotel Ibis Sathorn, ditambah lagi letaknya yang jauh dari BTS. Kesimpulannya, kalau mau menginap di hotel ini siap-siap kemana-mana naik taksi, atau minimal naik taksi ke BTS terdekat. Selain di daerah Sathorn ini, ada juga hotel Ibis lain yaitu Ibis Siam yang letaknya sangat dekat dengan Siam Station.
Kamar kami di Ibis Sathorn. Ada free wifi di dalam kamar.

Nah, aku mau sharing pengalaman dan hasil brosing....
- Meski Bangkok sudah dijejali turis dari berbagai penjuru dunia, tapi kebanyakan orang di sana tidak bisa berbahasa Inggris. Kalaupun bisa, pengucapannya sangat sulit untuk dimengerti. Selain itu, mereka juga belum tentu bisa membaca huruf balok. Jadi kalau mau naik taksi atau mencari alamat, lebih baik menunjukkan alamat/tempat yang dicari dalam bahasa Thai. Beberapa kali aku meminta tolong orang, entah di information counter atau di hotel, untuk menuliskan tempat yang ingin kutuju dalam bahasa Thai dan sangat membantu sekali.
- Taksi di Bangkok seharusnya menggunakan argo, tapi banyak di antara mereka yang tidak mau menyalakannya, dan itu berarti kita dikasih harga "tembak". Kalau sudah begini, kita harus menawar atau pilih saja taksi lain yang mau menggunakan argo. Sayangnya kalau sedang rush hour, mendapatkan taksi tidak selalu mudah. Alhamdulillah selama di sana aku tidak mendapatkan pengalaman tidak mengenakkan dengan taksi seperti yang pernah diceritakan orang.
- Di Bangkok juga ada ojek lho! Iya, ojek seperti di Jakarta :D... Cirinya, mereka semua menggunakan rompi berwarna oranye. Sama aja dengan di negara kita, biayanya tergantung jarak. Tapi minimal biaya sekali jalan 30 B untuk jarak dekat, dan untuk jarak jauh bisa ditawar. Pertama kali kucoba naik ojek ini dari BTS Chidlom mau ke mal Platinum, sebetulnya bisa jalan kaki tapi cukup jauh. Jadi untuk menghemat waktu dan tenaga aku coba-coba naik ojek, biayanya 30 B. Menurutku sih ojek ini juga sangat membantu, sebagai alternatif kalau ga mau jalan kaki karena kejauhan tapi ga mau naik taksi karena macet. Hehehe...8
-  Sistem ticketing di stasiun BTS kurang lebih sama dengan MRT di Singapura dan LRT di KL. Di setiap stasiun ada counter untuk menukarkan koin karena tidak semua ticket machine menerima uang kertas. 
- Selama di Bangkok aku ga beli simcard baru. Cukup jadi fakir wifi. Tapi kalau mau komunikasi lebih lancar sih mendingan beli ya, karena koneksi wifi di Bangkok ga semudah dan sebanyak di Hongkong atau Singapura.  Rekan-rekan yang lain ada juga yang beli simcard dan harganya murah kok. Untuk pengguna XL, gratis roaming internasional hanya berlaku 1 hari (kalau di Hongkong lumayan, berlaku 3 hari).

Next posting aku akan cerita lebih lanjut tentang perjalananku di Bangkok. 
Sawadee kha! :D

Kamis, 06 Juni 2013

Berpetualang Makin Asik dengan GoPro

Peringatan: Tulisan ini bukan iklan, tidak dibayar, dan bukan endorsement (walaupun ngarep juga sih kalau ada hahaha).

Waktu pertama kali suami bilang pingin beli kamera GoPro, aku dengan serta merta ngedumel..
"Ngapain sik, kamera SLR ada, poket ada.. Banyak-banyak kamera buat apaa..." blablabla.....
Dengan semangat dia bilang, kamera ini nih bedaaa..Mau dibawa sepedaan down hill bisaa..mau dibawa snorkeling atau diving juga bisaa..Pokoknya multifungsi lah...! Aku tetap bilang ga usah, apalagi waktu tahu harganya yang ga murah-murah amat.
Tapi dia masih tetap rajin browsing dan cari-cari info tentang kamera mungil ini. Sampai  suatu hari pulang dari kantor tiba-tiba dia mengeluarkan paket kiriman. Isinya..? JENG JEENGG...Kamera GoPro Hero 3 . 
Seperti anak kecil yang punya mainan baru, suami seneng banget. Waktu gowes ke kantor, kameranya dipasang di helm. Trus setiap kali kita berenang di kolam renang, dia bawa si GoPro untuk mencoba performanya di dalam air.
Daan,,,ternyata kamera ini memang menarik. Hasil fotonya wide, mirip hasil foto yang kameranya menggunakan lensa fish eye. Selain itu bisa dipakai untuk merekam video juga. Tapi kalau beli kamera ga termasuk memory card, jadi harus beli lagi. Kalau mau lihat hasil videonya, banyak banget bertebaran di youtube. Banyak peselancar, pesepeda gunung, orang yang lagi snorkeling/diving/rafting atau kegiatan adventurous lainnya yang mengabadikan momen serunya dengan kamera ini. Serunya, GoPro ga ada layar yang menampilkan objek yang akan difoto, jadi pakai ilmu kira-kira dan mengandalkan feeling hehehe.Tapi kalau ga mau repot sih ada kok layar tambahan yang bisa dibeli secara terpisah.

Sejak ada GoPro, ngetrip jadi  terasa makin asik. Kalau lagi snorkeling jadi bisa foto-foto..Bahkan bisa dibawa sampai sedalam 60m lho! Tinggal diedit sedikit, foto bawah laut jadi keren..cukuplah buat memancing beberapa like di instagram..:D

Berikut ini beberapa contoh hasil foto yang diambil dengan GoPro lalu diedit di Note dengan menggunakan Snapseed.

Photo from SabangTrip.

Original photo, no edit.
This is also original photo

Kalau foto panorama ya lumayan memuaskan lah, tapi di dalam air memang agak kurang hidup sih warnanya, gambarnya juga kurang tajam. Jadi butuh sedikit sentuhan supaya fotonya lebih enak dilihat hehehe...Ini contoh foto dari GoPro sebelum dan sesudah aku edit.

Before.



After.


There will be more GoPro photos in my upcoming post, about our snorkeling trip around Pulau Tegal, Lampung..
Kesimpulannya, yang tadinya ngedumel akhirnya malah jadi seneng, hahaha....
Oya sekedar info, kalau berminat mungkin bisa lihat-lihat dulu di www.jpccamera.com atau www.tokocamzone.com *tebar racun* hahahha....But seriously if you love outdoor activity you got to have this thng :D 

See you soon!

Sabtu, 18 Mei 2013

Satu Malam Tak Terlupakan di Sabang


Waktu memutuskan mau ikut Seminar Dies Natalis di Unsyiah Kuala Aceh April lalu, aku langsung teringat artikel di salah satu inflight magazine yang pernah aku baca, tentang keindahan Sabang. Aku pikir, kapan lagi bisa ke Sabang? Jadi aku susun rencana ke Aceh sekaligus mengunjungi kota Sabang di Pulau Weh, hanya satu malam karena ga bisa lama-lama izin dari tempat kerja. Aku berangkat duluan untuk seminar, suami menyusul belakangan.

Dan ternyata pergi ke Sabang adalah keputusan yang sangat tepat. Alamnya indah mempesona (ini ga lebay), tapi sepertinya pulau ini belum me njadi destinasi favorit. Masih kalah populer jauh dibandingkan wisata pantai di pulau-pulau lainnya di Indonesia. 

Okey let's begin the story. Perjalanan ke Sabang dimulai dari Pelabuhan Ulee Lheue, dengan menaiki kapal ferry. Ada dua jenis kapal yang berangkat setiap harinya dari pelabuhan ini ke Pelabuhan Balohan di Sabang, yaitu kapal cepat dan kapal lambat. Jadwalnya 2x/hari, pagi jam 9.30 dan sore jam 16.00. Kapal cepat kelas ekonomi biayanya Rp 60.000,-/orang. Kapal lambat yang juga bisa memuat kendaraan harganya lebih murah, seingatku hanya Rp. 21.000/orang.
Sore itu di Pelabuhan Ulee Lheue
Rencananya aku dan suami mau naik kapal cepat yang waktu tempuhnya hanya sekitar 45 menit. Tapi apa daya sore itu kapal cepatnya bermasalah, sampai jam 15.30 belum ada kepastian berangkat. Daripada ga jadi berangkat akhirnya kami naik kapal lambat, walaupun waktu tempuhnya lebih dari 2 kali lipat. Alhasil kami baru tiba di Sabang menjelang maghrib, huhuhu...
Kami dijemput mobil sewaan, yang menurutku lumayan tinggi juga harganya. Kesepakatannya, kami membayar Rp 500.000, padahal dipakai hari itu hanya untuk menjemput kami di pelabuhan lalu mengantar kami ke penginapan di Iboih, dilanjutkan besok siangnya setelah kami snorkeling dan mengantar kami kembali ke pelabuhan. Tapi sepertinya harga segitu memang sudah pasaran jadi ya sudahlah. 
Begitu sampai di pelabuhan kami minta diantar ke tempat makan sebelum didrop ke penginapan. Pak supir menyarankan ke Taman Wisata Kuliner, and it was a good advice indeed.
Asik yah, bisa sambil lihat pemandangan..Makanannya juga not bad at all. :)

Kami memilih untuk menginap di Iboih, walaupun sebetulnya masih ada pilihan lain seperti pantai Gapang atau Sumur Tiga. Masing-masing memiliki keindahan tersendiri. Teman-teman dosen yang sudah duluan pergi ke Sabang sehari sebelumnya menginap di Iboih Inn, tapi mereka kurang menyarankanku untuk menginap di sana. Meski Iboih Inn berada di pinggir pantai tapi mobil ga bisa berhenti pas di depan penginapan, jadi harus dicapai dengan berjalan kaki atau dijemput dengan boat. Mereka merekomendasikan Jelita Bungalow, yang posisinya persis di pinggir pantai. Harga per malam untuk kamar ber-AC Rp 350.000,- tapi aku tawar jadi Rp 300.000,- hihi...
Jelita Bungalow, kamar kami yang sebelah kiri.
Kamarnya luas, ada AC, TV, kamar mandinya bersih dan disediakan handuk juga.

Setelah Shalat Subuh kami berdua semangat banget,,ga sabar pingin snorkeling..Begitu buka pintu dan melihat keluar, Subhannallah,....
Breathtaking view from our bungalow, early in the morning

Penginapan tidak menyediakan sarapan, tapi di sekitar penginapan banyak warung-warung yang menjual makanan. Sementara yang lain masih tutup, ibu yang jual nasi uduk di gerobak sudah siap. Jadilah kami makan pagi sambil duduk di pinggir pantai menunggu matahari terbit dengan sempurna. Selama kami duduk-duduk disitu banyak juga bule yang mondar mandir. Katanya sih memang banyak turis asing yang berlibur di sini, malah bisa tinggal sampai berminggu-minggu.
Sekitar jam 8 pagi barulah terlihat tanda-tanda kehidupan di toko suvenir, warung dan termasuk juga loket tempat kami bisa menyewa kapal untuk snorkeling ke Pulau Rubiah. Biaya sewa per kapal Rp 150.000,- , untungnya pagi itu ada 3 cowo-cowo yang juga mau snorkeling ke Rubiah, jadi kami bisa patungan :D Kalau mau bisa sewa seorang guide untuk menemani kita plus ada kamera underwater, bayarnya Rp 100.000,-

Pemandangannyaaa...Beyond words...
Taken with GoPro , with a little touch by Snapseed *info penting biar jelas, gituu :D
Let's go snorkeling!
Eitss,,foto dulu dong...:D

Dari Iboih ke Pulau Rubiah cukup ditempuh dengan waktu kurang dari 15 menit. Buat orang yang hobi snorkeling pasti bahagia, pemandangan bawah lautnya cantiiiik..! Cukup berenang sedikit dari pinggir pantai, aku sudah bertemu dengan sekawanan ikan-ikan kecil warna-warni. Rameee banget ikannya, ibarat anak SD bubaran sekolah (agak aneh ya analoginya? Biarin deh.. hehehe)...Tapi kalau terumbu karangnya yang aku lihat waktu itu sih ga terlalu banyak variasi jenisnya,,cenderung biasa-biasa aja. Mungkin kami kurang jauh berenangnya..:D
Dermaga di Rubiah











Awalnya kami mengeksplor sebelah kiri dermaga, tapi ternyata lagi banyak ubur-ubur. Untung juga sih ditemenin guide, jadi kami diajak menyusuri jalan setapak yang membawa kami ke sisi lain dari pulau itu. Dan spot disini ga kalah cantiiiik...! *happy*
Ubur-ubur yang berhasil difoto guide kami dengan kameranya

School of Fish *juga hasil jepretan guide kami ^_^


And these are pictures from our GoPro camera, with a little editing by me :)




 Hampir tengah hari kami tiba kembali di Iboih dan langsung beres-beres. Setelah cabut dari penginapan, kami keliling-keliling Sabang sama pak supir yang kemarin. Jalannya kecil, kelak-kelok dan naik turun, lumayan menantang kalau ga tahu medan sama sekali. Sudah ke Sabang, tanggung ya kalau ga mampir ke Tugu Km 0..Tugunya biasa aja sih, tapi view di situ langsung ke laut lepas dengan angin yang berderu kencang. Sayang waktunya mepet. kami ga jadi mampir ke Gapang atau pun Sumur Tiga.
Kebetulan hari itu ada kapal pesiar yang lagi singgah di Sabang, namanya Amadea cruise ship. Penumpangnya yang rata-rata bule usia lanjut terlihat jalan-jalan ke sekitar, ada juga yang sampai menyewa mobil untuk trip singkat keliling kota. Aku sempat ngobrol sama opa-opa dari Jerman, katanya "...the whole trip is about 1 month, and it cost me around USD 4.000, but you got to do this kind of thing once in a life time..." Hm, will do, opa...:D

Pak supir cerita, di Sabang ada satu danau air tawar yang jadi sumber mata air di pulau ini. Kalau sempat danau itu kering, ga ada lagi air tawar kita, begitu katanya. 

Latar belakang kami itu adalah danau air tawar yang diceritain pak supir. Pemandangan dari sini baguuss...!
Ternyata kurang puas cuma satu malam di Sabang. Masih banyak banget yang bisa dieksplor. Lain kali mau banget kesini lagi, insya Allah :)

Sekilas info:
- Pak supir mobil sewaan kami (asli lupa banget namanya) 081377150400
- Contact person Jelita Bungalow Iboih 082164468376
- Rental mobil lain (Pak Rahmat) 08527716440

Ciao! :)