Sabtu, 18 Mei 2013

Satu Malam Tak Terlupakan di Sabang


Waktu memutuskan mau ikut Seminar Dies Natalis di Unsyiah Kuala Aceh April lalu, aku langsung teringat artikel di salah satu inflight magazine yang pernah aku baca, tentang keindahan Sabang. Aku pikir, kapan lagi bisa ke Sabang? Jadi aku susun rencana ke Aceh sekaligus mengunjungi kota Sabang di Pulau Weh, hanya satu malam karena ga bisa lama-lama izin dari tempat kerja. Aku berangkat duluan untuk seminar, suami menyusul belakangan.

Dan ternyata pergi ke Sabang adalah keputusan yang sangat tepat. Alamnya indah mempesona (ini ga lebay), tapi sepertinya pulau ini belum me njadi destinasi favorit. Masih kalah populer jauh dibandingkan wisata pantai di pulau-pulau lainnya di Indonesia. 

Okey let's begin the story. Perjalanan ke Sabang dimulai dari Pelabuhan Ulee Lheue, dengan menaiki kapal ferry. Ada dua jenis kapal yang berangkat setiap harinya dari pelabuhan ini ke Pelabuhan Balohan di Sabang, yaitu kapal cepat dan kapal lambat. Jadwalnya 2x/hari, pagi jam 9.30 dan sore jam 16.00. Kapal cepat kelas ekonomi biayanya Rp 60.000,-/orang. Kapal lambat yang juga bisa memuat kendaraan harganya lebih murah, seingatku hanya Rp. 21.000/orang.
Sore itu di Pelabuhan Ulee Lheue
Rencananya aku dan suami mau naik kapal cepat yang waktu tempuhnya hanya sekitar 45 menit. Tapi apa daya sore itu kapal cepatnya bermasalah, sampai jam 15.30 belum ada kepastian berangkat. Daripada ga jadi berangkat akhirnya kami naik kapal lambat, walaupun waktu tempuhnya lebih dari 2 kali lipat. Alhasil kami baru tiba di Sabang menjelang maghrib, huhuhu...
Kami dijemput mobil sewaan, yang menurutku lumayan tinggi juga harganya. Kesepakatannya, kami membayar Rp 500.000, padahal dipakai hari itu hanya untuk menjemput kami di pelabuhan lalu mengantar kami ke penginapan di Iboih, dilanjutkan besok siangnya setelah kami snorkeling dan mengantar kami kembali ke pelabuhan. Tapi sepertinya harga segitu memang sudah pasaran jadi ya sudahlah. 
Begitu sampai di pelabuhan kami minta diantar ke tempat makan sebelum didrop ke penginapan. Pak supir menyarankan ke Taman Wisata Kuliner, and it was a good advice indeed.
Asik yah, bisa sambil lihat pemandangan..Makanannya juga not bad at all. :)

Kami memilih untuk menginap di Iboih, walaupun sebetulnya masih ada pilihan lain seperti pantai Gapang atau Sumur Tiga. Masing-masing memiliki keindahan tersendiri. Teman-teman dosen yang sudah duluan pergi ke Sabang sehari sebelumnya menginap di Iboih Inn, tapi mereka kurang menyarankanku untuk menginap di sana. Meski Iboih Inn berada di pinggir pantai tapi mobil ga bisa berhenti pas di depan penginapan, jadi harus dicapai dengan berjalan kaki atau dijemput dengan boat. Mereka merekomendasikan Jelita Bungalow, yang posisinya persis di pinggir pantai. Harga per malam untuk kamar ber-AC Rp 350.000,- tapi aku tawar jadi Rp 300.000,- hihi...
Jelita Bungalow, kamar kami yang sebelah kiri.
Kamarnya luas, ada AC, TV, kamar mandinya bersih dan disediakan handuk juga.

Setelah Shalat Subuh kami berdua semangat banget,,ga sabar pingin snorkeling..Begitu buka pintu dan melihat keluar, Subhannallah,....
Breathtaking view from our bungalow, early in the morning

Penginapan tidak menyediakan sarapan, tapi di sekitar penginapan banyak warung-warung yang menjual makanan. Sementara yang lain masih tutup, ibu yang jual nasi uduk di gerobak sudah siap. Jadilah kami makan pagi sambil duduk di pinggir pantai menunggu matahari terbit dengan sempurna. Selama kami duduk-duduk disitu banyak juga bule yang mondar mandir. Katanya sih memang banyak turis asing yang berlibur di sini, malah bisa tinggal sampai berminggu-minggu.
Sekitar jam 8 pagi barulah terlihat tanda-tanda kehidupan di toko suvenir, warung dan termasuk juga loket tempat kami bisa menyewa kapal untuk snorkeling ke Pulau Rubiah. Biaya sewa per kapal Rp 150.000,- , untungnya pagi itu ada 3 cowo-cowo yang juga mau snorkeling ke Rubiah, jadi kami bisa patungan :D Kalau mau bisa sewa seorang guide untuk menemani kita plus ada kamera underwater, bayarnya Rp 100.000,-

Pemandangannyaaa...Beyond words...
Taken with GoPro , with a little touch by Snapseed *info penting biar jelas, gituu :D
Let's go snorkeling!
Eitss,,foto dulu dong...:D

Dari Iboih ke Pulau Rubiah cukup ditempuh dengan waktu kurang dari 15 menit. Buat orang yang hobi snorkeling pasti bahagia, pemandangan bawah lautnya cantiiiik..! Cukup berenang sedikit dari pinggir pantai, aku sudah bertemu dengan sekawanan ikan-ikan kecil warna-warni. Rameee banget ikannya, ibarat anak SD bubaran sekolah (agak aneh ya analoginya? Biarin deh.. hehehe)...Tapi kalau terumbu karangnya yang aku lihat waktu itu sih ga terlalu banyak variasi jenisnya,,cenderung biasa-biasa aja. Mungkin kami kurang jauh berenangnya..:D
Dermaga di Rubiah











Awalnya kami mengeksplor sebelah kiri dermaga, tapi ternyata lagi banyak ubur-ubur. Untung juga sih ditemenin guide, jadi kami diajak menyusuri jalan setapak yang membawa kami ke sisi lain dari pulau itu. Dan spot disini ga kalah cantiiiik...! *happy*
Ubur-ubur yang berhasil difoto guide kami dengan kameranya

School of Fish *juga hasil jepretan guide kami ^_^


And these are pictures from our GoPro camera, with a little editing by me :)




 Hampir tengah hari kami tiba kembali di Iboih dan langsung beres-beres. Setelah cabut dari penginapan, kami keliling-keliling Sabang sama pak supir yang kemarin. Jalannya kecil, kelak-kelok dan naik turun, lumayan menantang kalau ga tahu medan sama sekali. Sudah ke Sabang, tanggung ya kalau ga mampir ke Tugu Km 0..Tugunya biasa aja sih, tapi view di situ langsung ke laut lepas dengan angin yang berderu kencang. Sayang waktunya mepet. kami ga jadi mampir ke Gapang atau pun Sumur Tiga.
Kebetulan hari itu ada kapal pesiar yang lagi singgah di Sabang, namanya Amadea cruise ship. Penumpangnya yang rata-rata bule usia lanjut terlihat jalan-jalan ke sekitar, ada juga yang sampai menyewa mobil untuk trip singkat keliling kota. Aku sempat ngobrol sama opa-opa dari Jerman, katanya "...the whole trip is about 1 month, and it cost me around USD 4.000, but you got to do this kind of thing once in a life time..." Hm, will do, opa...:D

Pak supir cerita, di Sabang ada satu danau air tawar yang jadi sumber mata air di pulau ini. Kalau sempat danau itu kering, ga ada lagi air tawar kita, begitu katanya. 

Latar belakang kami itu adalah danau air tawar yang diceritain pak supir. Pemandangan dari sini baguuss...!
Ternyata kurang puas cuma satu malam di Sabang. Masih banyak banget yang bisa dieksplor. Lain kali mau banget kesini lagi, insya Allah :)

Sekilas info:
- Pak supir mobil sewaan kami (asli lupa banget namanya) 081377150400
- Contact person Jelita Bungalow Iboih 082164468376
- Rental mobil lain (Pak Rahmat) 08527716440

Ciao! :)

Jumat, 17 Mei 2013

Aceh: Fall in love with Lampuuk

Huufft...Kemarin-kemarin habis kejar setoran artikel untuk Klikdokter nih. Masih ada utang artikel sih,, tapi malam ini mau nulis blog dulu aah, hahaha..
Postingan kali ini melanjutkan postingan sebelumnya tentang perjalananku ke Aceh....Sebelum  pergi, aku sempat browsing tentang apa aja spot wisata yang recommended untuk dikunjungi. Beberapa blog menyebut-nyebut tentang PLTD Apung, tapi dari ceritanya aku mendapat kesan kalau tempat itu biasa aja. Walaupun begitu, aku dan drg. Mirna dari Moestopo yang jalan-jalan bareng aku siang itu sama-sama baru pertama kali ke Aceh, dan kami semangat untuk pergi kesana. 
Kalau menurutku sih, tempat itu lebih dari sekedar "biasa aja". Memang, yang dilihat disitu cuma kapal PLTD berukuran superbesar yang ada di tengah pemukiman penduduk, seems like nothing special. Tapi kalau dipikir-pikir, bagaimana kapal dengan bobot sekitar 2600 ton, yang tadinya berlabuh di pinggir Pantai Ulee Lhuee, bisa terbawa gelombang tsunami sampai akhirnya terdampar sejauh 2.5 km. Mau ga mau jadi bergidik juga, membayangkan dahsyatnya peristiwa saat itu. Jujur waktu itu suasana hati jadi agak sentimentil, tersadar betapa kita ini sebenarnya kecil dan ga ada apa-apanya. 
A little bit difficult to capture the whole length of the ship, more than  60 m they said.

Bela-belain di bawah terik matatari naik tangga ke atas PLTD Apung :D

Nah, ada satu lagi tempat wisata yang menurutku amat sayang kalau ga didatangi saat kita lagi berada di Aceh. Namanya Pantai Lampuuk. Bacanya betul-betul menyebut U dua kali ya, Lam-pu-uk. :D
Pantai ini letaknya ga begitu jauh dari kota, naik mobil berkecepatan sedang butuh waktu sekitar 30 menit. Selama perjalanan menuju kesana kita akan melewati jalan beraspal yang mulus dan disuguhi pemandangan perbukitan yang indah. Padahal, daerah situ termasuk yang kerusakannya paling parah pasca tsunami, tapi sekarang kondisinya sudah pulih kembali. Kita juga akan melewati rumah yang dulunya merupakan tempat tinggal pahlawan nasional dari Aceh, Cut Nyak Dhien. Katanya sih isi rumah itu dipertahankan seperti apa adanya dulu, dan bisa dimasuki wisatawan. Tapi waktu itu kami ga mampir, cuma lewat aja hehehe...
Untuk masuk ke lokasi wisata Pantai Lampuuk ini kita harus melewati gerbang yang dijaga sama penduduk sekitar, dan dikenai biaya Rp 3.000,-/orang. Eh, apa Rp 5.000,- ya? Lupa :D ...Setelah melewati gerbang, terlihat deretan pondok di pinggir pantai yang oke banget untuk duduk-duduk menikmati pemandangan. Ada yang jual makanan dan minuman juga. Waktu itu kami pesan kelapa muda, kalau ga salah Rp 8.000,-/buah. 
And this beach, seriously, really goes beyond my expectation. Aku datang di sore hari yang cerah banget, dan birunya laut saat itu...bagus banget...! 
The original photo i took using my Note, no edit, no filter, just beautiful as it was.
Pantainya bersih, pasirnya putih, di kejauhan terlihat pulau-pulau, bukit, tebing. Wow....Pohon cemara yang berderet sepanjang pinggir pantai makin mempercantik panoramanya.. Aku diajak drg. Mirna untuk jalan kaki menyusuri pantai sampai tebing yang ada di ujung itu, ternyata jauh juga yaa....Pas sampai disitu kelihatan ada beberapa rumah beratap biru yang dibangun di dinding tebingnya. Rupanya itu penginapan, namanya Joel's Bungalow. Aku iseng browsing tentang Joel's Bungalow, ada Malaysian blogger yang pernah menginap di sana. Kayaknya recommended deh, kalau mau baca ceritanya ada disini. Next time kalau ke Aceh lagi asik juga kayaknya menginap di Joel's Bungalow ini, hehehe..
Aku datang ke pantai Lampuuk hari Jumat, agak sepi pengunjung. Tapi besoknya waktu suamiku datang ke Aceh kami ke Lampuuk lagi, pengunjungnya jauh lebih ramai mungkin karena weekend. Banyak yang berenang, dan bisa sewa pelampung juga. Sayangnya siang itu mendung, jadi pantainya ga tampak secantik waktu pas pertama aku datang.


Overall, pengalaman pertamaku ke Aceh seru banget. Cuma yang agak menyulitkan mungkin soal transportasi ya, karena angkutan umum di Banda Aceh sangat terbatas. Kalau dari bandara mau ke kota banyak taksi yang mangkal, tapi bukan taksi resmi kayak BlueBird dll gitu dan ga menggunakan argo.
Aku dan suami menginap di Hotel 61 di daerah Peunayong yang bisa dibilang berada di pusat keramaian kota. Kamarnya sempit, harganya ga murah-murah amat, tapi dari hotel ini ke Masjid Baiturrahman .bisa dicapai dengan jalan kaki, apalagi ke Mie Razali tinggal koprol :D... Oya, persis di sebelah Mie Razali ada Nasi Goreng Daus, nasi goreng kambingnya enaaak, suer! Malam terakhir di Aceh, aku dan suami jalan ke Bundaran Simpang Lima terus nongkrong sebentar di kedai kopi Tower yang letaknya persis di simpang lima itu.
Waktu mau pulang, kami pesan taksi ke bandara, tarifnya Rp 70.000. Nama supirnya Pak Iwan, dan kelihatannya Pak Iwan ini sudah punya reputasi baik, jadi kalau mau pesan taksinya atau bahkan mau rental bisa hubungi beliau di 085260533142.
Dari Palembang ga ada direct flight ke Aceh, jadi dari Palembang kemarin aku ke Jakarta dulu, transit ke Medan, baru sampai di Aceh. Cape di jalan..! Tapi sekarang ada direct flight ke Medan, so I hope i will be back to Aceh, soon!

Psstt...habis ini aku mau cerita khusus tentang Sabang, the most amazing part of my journey to Aceh..stay tune yaaa...:D


Kamis, 09 Mei 2013

Aceh: Antara Masjid, Mie Kepiting, Warung Kopi dan Pantai #Part 1

Seorang selebtwit (sebut saja aMrazing :D) baru pulang dari Aceh. Foto-foto indah yang dia posting di twitter dan instagram membuat aku jadi ingat, oiya aku kan sudah berniat mau ngeblog tentang perjalananku bersama beberapa teman dosen ke Aceh waktu ikut Seminar Dies Natalis Prodi KG Unsyiah Kuala (11-15/4). Sudah hampir sebulan lalu yaa ternyata...Ga jadi-jadi mau nulis di sini, maklum lagi (sok) sibuk hehehe...

Waktu memutuskan mau ke Aceh sampai sesaat sebelum berangkat, sama sekali ga ada kekhawatiran yang melintas tentang keamanan di sana. Kepikiran pun nggak. Padahal pas di sana ketemu seorang dosen dari Moestopo, beliau bilang tadinya ada beberapa dosen dari Moestopo yang mau datang. Tapi karena ada isu kota lagi rusuh soal bendera GAM, jadi pada batal dan tinggal dia seorang. Alhamdulillah selama kami disana semua aman terkendali sih, ga ada apa-apa.

Begitu menjejakkan kaki sore itu di Bandara Sultan Iskandar Muda, langsung mendapat kesan indahnya alam kota ini. Dan kesan ini terus berlanjut sepanjang perjalanan dari bandara ke rumah Diana, teman waktu S2 dulu dan sekarang dosen di KG Unsyiah yang bersedia menampung kami di rumahnya. Di kejauhan tampak jajaran gunung dan perbukitan, dan kami juga sempat melewati pantai di dekat Pelabuhan Ulee Lheue. Asik banget yah, mau ke pantai tinggal "ngesot"..

Sore itu juga kami ke Museum Tsunami, tapi sayangnya kami tidak bisa masuk karena sudah kesorean dan museum sudah tutup. Maghrib pun tiba, dan kami shalat Maghrib di Masjid Raya Baiturrahman. Hati ini terasa bergetar memandang masjid yang menjadi ikon Banda Aceh ini. Mendadak teringat kejadian tahun 2004 silam, saat masjid ini tetap tegak berdiri sementara kota diluluhlantakkan oleh terjangan tsunami. Kami kesana malam Jumat, masjid dipenuhi oleh orang-orang yang shalat berjamaah. Ada juga yang membentuk kelompok kecil dan mengaji bersama. Di antaranya banyak juga perempuan-perempuan muda yang cantik, wajahnya khas Aceh banget. Baik dalam maupun luar masjid ini indah, rapi, dan bersih. Love it...
Selain masjid raya ini masih banyak banget masjid lain yang juga indah di seluruh pelosok kota Banda Aceh. Pas dengan julukannya, kota Serambi Mekkah.

Masjid Raya Baiturrahman in the evening

Masjid Raya Baiturrahman in the middle of the day

Ternyata kulineran di Banda Aceh seru juga yaa.. Mie Aceh sih sudah pasti doong. Yang enak banyak, tapi yang paling terkenal *terutama di kalangan wisatawan* sepertinya Mie Razali yang ada di Peunayong. Katanya sih tempat ini termasuk yang paling "tua" dan sampai sekarang tetap bertahan dan selalu ramai. Aku pesan mie goreng basah kepiting, dan kepitingnya mantaap...! Walaupun makannya ribet, it was worth it.


Aku juga mengunjungi tempat makan lain yang cukup terkenal, nama tempatnya Canai Mamak. Walaupun roti canai (sering dibaca "cane") bukan khas Aceh sih sebenarnya. Menurut cerita ternyata sang pemilik sempat bekerja di rumah makan yang menjual canai di KL. Roti canainya banyak pilihan, gurih maupun manis. Karena aku doyannya yang gurih-gurih jadi pesan canai telur-bawang bombay plus kari ayam. Pantes ramai, enak sih emang..:) Tempatnya asik buat nongkrong cemal-cemil, bukanya baru sore sampai jelang tengah malam. Makanan berat juga ada, kayak nasi briyani, mie, dll. Teh tariknya juga enak. :)

Canai Mamak

Satu lagi makanan khas Aceh yang belum pernah aku coba sebelumnya adalah ayam tangkap. Katanya, makanan ini disebut demikian karena menggunakan ayam kampung yang dipelihara dan harus ditangkap dulu sebelum dimasak, hihihi...Pada dasarnya ini ayam goreng biasa, yang bikin beda itu bumbunya dan dimasak dengan daun pandan dan daun kari. Daunnya dimakan juga lho! Krenyes-krenyes gitu deh..Harga makanan ini ternyata cukup mahal juga sekitar 60 ribu,/porsi, mengingat yang digunakan untuk membuat setiap porsinya adalah satu ekor ayam kampung berukuran sedang.

Enak dicocol dengan kecap yang dicampur potongan cabe rawit & bawang..Hmmm...

Selama di Banda Aceh aku perhatikan nyaris di setiap ruas jalan pasti ada warung kopinya, mau yang bernuansa modern ataupun tradisional. Budaya ngopi memang benar-benar kental di kota ini, sekental kopi hitam. Di Aceh, warung kopi menjadi tempat interaksi sosial yang paling utama. Orang-orang (terutama pria) dengan profesi dan status sosial yang beragam berkumpul di situ. Dan secara aku pencinta kopi, memang sudah menjadi cita-cita untuk mampir setidaknya di satu warung kopi yang paling legendaris. Di mana lagi kalau bukan kopi Solong Ulee Kareng.
Sabtu pagi, rame bangeet,,Hampir semua meja sudah terisi.


Ita, mahasiswi koas KG Unsyiah yang membawaku ke Solong pagi itu bercerita, warung kopi ini selalu ramai apalagi di akhir pekan. Banyak deal-deal bisnis yang terjadi di sini, katanya. Jangan harap ketemu mesin espresso di warung kopi ini, kopinya dibuat dengan cara unik yang khas.
Kopi Ulee Kareng in the making..Kopi pancung satu, bang! :D
Ada istilah baru yang aku pelajari di sini. Kopi pancung, maksudnya kopi setengah gelas atau pakai gelas kecil yang disebut gelas pancung, dan kopi sanger (kopi susu).

Asiknya di warung kopi Solong Ulee Kareng ini, selain kopi ada cemilan kue-kue khas Aceh yang macamnya banyak banget..Rata-rata manis sih, kayak srikaya, timpan, bingka, and so on..Pas banget buat sarapan.Tapi di sini orang ngopi ga cuma di pagi hari, bisa berapa kali sehari. Asal jangan pergi ke warung kopi pas Maghrib, karena warung tutup sebentar mulai azan sampai menjelang Isya.

Sanger pancung dan kue-kue di warung kopi Solong Ulee Kareng

Ita banyak berbagi cerita tentang kehidupan di Aceh. Perempuan di Aceh wajib berjilbab/berkerudung kalau keluar rumah. Kalau gak, nanti dirazia polisi syariah yang disebut WH (Wilayatul Hisbah). Tapi katanya sih sekarang sudah ga seketat dulu. Yah kalaupun kamu non muslim, sebaiknya berpakaian pantas dan kenakan kerudung atau pashmina penutup kepala selama jalan-jalan di Aceh terutama kalau mau mengunjungi masjid.  Karena ada kewajiban untuk memakai kerudung dan bukan benar-benar dari hati, banyak perempuan Aceh terutama yang masih muda lepas jilbab begitu mereka keluar Aceh. Ita pun begitu, kalau lagi jalan-jalan ke Medan misalnya, dia ga pakai jilbab. "Kalau jalan-jalan di Aceh ga pake jilbab rasanya risih sendiri dan berasa diliatin, tapi kalau pajang foto misalnya di BBM pas lagi ga pake jilbab sih gapapa," katanya. Terus di Aceh ga ada bioskop! Paling nonton bajakan kalau gitu ya, hehehe.. Mall juga bisa dibilang ga ada. Eh paling ada 1 deh pusat perbelanjaan yang bisa disebut mall. Tapi jangan salah, cewe-cewe Aceh gayanya modis-modis juga lho. Kebalikan sama Jakarta yang bejibun mall dan bioskop, tapi green space/taman bermain hampir ga ada. Kalau di Banda Aceh aku perhatikan cukup banyak taman yang tertata rapi. Oya, kalau ngetrip ke Aceh jangan lupa bawa buku nikah! Ini serius, karena kejadian waktu suami datang menyusul dan kami mau check in di hotel, resepsionis meminta kami menunjukkan buku nikah sebagai bukti bahwa kami benar suami istri. Plis deh mana juga kepikiran bawa-bawa buku nikah. Yang gawat kalau baru menikah dan belum bikin KTP baru ya, bisa-bisa pisah kamar deh ahahaha...

Ih masih banyak nih yang mau diceritain, tentang PLTD apung dan Pantai Lampuuk yang cantik.. Trus aku juga ke Sabang, lho...! Asli seruuu banget. Highly recommended, apalagi buat yang hobi snorkeling. Yang belum pernah kesana pasti pada ga nyangka kalau ujung barat Indonesia itu indah banget...Hm, bersambung ke part 2 deh!
Naah foto berikut ini bukti kalau aku bener-bener ikut seminar, ga cuma jalan-jalan doang hahahaha....


Eh aku sudah punya akun Instagram lhooo...Monggo mampir ke atha_na, mau lihat-lihat boleehh..nge-like juga boleehh, apalagi follow...:D

See you at my next post!