Jumat, 17 Mei 2013

Aceh: Fall in love with Lampuuk

Huufft...Kemarin-kemarin habis kejar setoran artikel untuk Klikdokter nih. Masih ada utang artikel sih,, tapi malam ini mau nulis blog dulu aah, hahaha..
Postingan kali ini melanjutkan postingan sebelumnya tentang perjalananku ke Aceh....Sebelum  pergi, aku sempat browsing tentang apa aja spot wisata yang recommended untuk dikunjungi. Beberapa blog menyebut-nyebut tentang PLTD Apung, tapi dari ceritanya aku mendapat kesan kalau tempat itu biasa aja. Walaupun begitu, aku dan drg. Mirna dari Moestopo yang jalan-jalan bareng aku siang itu sama-sama baru pertama kali ke Aceh, dan kami semangat untuk pergi kesana. 
Kalau menurutku sih, tempat itu lebih dari sekedar "biasa aja". Memang, yang dilihat disitu cuma kapal PLTD berukuran superbesar yang ada di tengah pemukiman penduduk, seems like nothing special. Tapi kalau dipikir-pikir, bagaimana kapal dengan bobot sekitar 2600 ton, yang tadinya berlabuh di pinggir Pantai Ulee Lhuee, bisa terbawa gelombang tsunami sampai akhirnya terdampar sejauh 2.5 km. Mau ga mau jadi bergidik juga, membayangkan dahsyatnya peristiwa saat itu. Jujur waktu itu suasana hati jadi agak sentimentil, tersadar betapa kita ini sebenarnya kecil dan ga ada apa-apanya. 
A little bit difficult to capture the whole length of the ship, more than  60 m they said.

Bela-belain di bawah terik matatari naik tangga ke atas PLTD Apung :D

Nah, ada satu lagi tempat wisata yang menurutku amat sayang kalau ga didatangi saat kita lagi berada di Aceh. Namanya Pantai Lampuuk. Bacanya betul-betul menyebut U dua kali ya, Lam-pu-uk. :D
Pantai ini letaknya ga begitu jauh dari kota, naik mobil berkecepatan sedang butuh waktu sekitar 30 menit. Selama perjalanan menuju kesana kita akan melewati jalan beraspal yang mulus dan disuguhi pemandangan perbukitan yang indah. Padahal, daerah situ termasuk yang kerusakannya paling parah pasca tsunami, tapi sekarang kondisinya sudah pulih kembali. Kita juga akan melewati rumah yang dulunya merupakan tempat tinggal pahlawan nasional dari Aceh, Cut Nyak Dhien. Katanya sih isi rumah itu dipertahankan seperti apa adanya dulu, dan bisa dimasuki wisatawan. Tapi waktu itu kami ga mampir, cuma lewat aja hehehe...
Untuk masuk ke lokasi wisata Pantai Lampuuk ini kita harus melewati gerbang yang dijaga sama penduduk sekitar, dan dikenai biaya Rp 3.000,-/orang. Eh, apa Rp 5.000,- ya? Lupa :D ...Setelah melewati gerbang, terlihat deretan pondok di pinggir pantai yang oke banget untuk duduk-duduk menikmati pemandangan. Ada yang jual makanan dan minuman juga. Waktu itu kami pesan kelapa muda, kalau ga salah Rp 8.000,-/buah. 
And this beach, seriously, really goes beyond my expectation. Aku datang di sore hari yang cerah banget, dan birunya laut saat itu...bagus banget...! 
The original photo i took using my Note, no edit, no filter, just beautiful as it was.
Pantainya bersih, pasirnya putih, di kejauhan terlihat pulau-pulau, bukit, tebing. Wow....Pohon cemara yang berderet sepanjang pinggir pantai makin mempercantik panoramanya.. Aku diajak drg. Mirna untuk jalan kaki menyusuri pantai sampai tebing yang ada di ujung itu, ternyata jauh juga yaa....Pas sampai disitu kelihatan ada beberapa rumah beratap biru yang dibangun di dinding tebingnya. Rupanya itu penginapan, namanya Joel's Bungalow. Aku iseng browsing tentang Joel's Bungalow, ada Malaysian blogger yang pernah menginap di sana. Kayaknya recommended deh, kalau mau baca ceritanya ada disini. Next time kalau ke Aceh lagi asik juga kayaknya menginap di Joel's Bungalow ini, hehehe..
Aku datang ke pantai Lampuuk hari Jumat, agak sepi pengunjung. Tapi besoknya waktu suamiku datang ke Aceh kami ke Lampuuk lagi, pengunjungnya jauh lebih ramai mungkin karena weekend. Banyak yang berenang, dan bisa sewa pelampung juga. Sayangnya siang itu mendung, jadi pantainya ga tampak secantik waktu pas pertama aku datang.


Overall, pengalaman pertamaku ke Aceh seru banget. Cuma yang agak menyulitkan mungkin soal transportasi ya, karena angkutan umum di Banda Aceh sangat terbatas. Kalau dari bandara mau ke kota banyak taksi yang mangkal, tapi bukan taksi resmi kayak BlueBird dll gitu dan ga menggunakan argo.
Aku dan suami menginap di Hotel 61 di daerah Peunayong yang bisa dibilang berada di pusat keramaian kota. Kamarnya sempit, harganya ga murah-murah amat, tapi dari hotel ini ke Masjid Baiturrahman .bisa dicapai dengan jalan kaki, apalagi ke Mie Razali tinggal koprol :D... Oya, persis di sebelah Mie Razali ada Nasi Goreng Daus, nasi goreng kambingnya enaaak, suer! Malam terakhir di Aceh, aku dan suami jalan ke Bundaran Simpang Lima terus nongkrong sebentar di kedai kopi Tower yang letaknya persis di simpang lima itu.
Waktu mau pulang, kami pesan taksi ke bandara, tarifnya Rp 70.000. Nama supirnya Pak Iwan, dan kelihatannya Pak Iwan ini sudah punya reputasi baik, jadi kalau mau pesan taksinya atau bahkan mau rental bisa hubungi beliau di 085260533142.
Dari Palembang ga ada direct flight ke Aceh, jadi dari Palembang kemarin aku ke Jakarta dulu, transit ke Medan, baru sampai di Aceh. Cape di jalan..! Tapi sekarang ada direct flight ke Medan, so I hope i will be back to Aceh, soon!

Psstt...habis ini aku mau cerita khusus tentang Sabang, the most amazing part of my journey to Aceh..stay tune yaaa...:D


Tidak ada komentar:

Posting Komentar