Sabtu, 28 September 2013

Go Travel!

Di Twitter atau Instagram, aku banyak follow orang yang sering bepergian,  yang ntah pekerjaannya memang mengharuskan dia untuk begitu atau memang karena dia suka travelling. Nah, kalau dia posting foto atau cerita tentang perjalanannya, aku sering baca komentar orang-orang yang bernada sama.

"Sebeel..Foto-fotonya bikin iri deehh..."
"Di mana ini kaakkk,,,aku juga mau ke sanaa,,,huhuhu"
"Siriikkk pengen jalan-jalan jugaa.."
"Ih kapan kerjanya sik, jalan-jalan muluk...!"

  
Ya aku ga munafik yah.. Aku juga sering kok  merasa begitu. Dan terus terang rasa iri itulah yang menjadi awal mula beberapa perjalananku. "Ih si A ke situ asik banget sih kayaknya, aku maauuu"..Begitu kira-kira yang terbersit dalam hati. Dan waktu itu, ketika @vabyo solo travelling ke London, aku sempat baca tweet-nya yang menanggapi salah satu follower-nya, yang intinya iri itu boleh dan bagus. Asaaal, perasaan iri itu bisa memotivasi kita untuk bisa mencapai apa yang orang lain lakukan, dengan cara yang baik dan benar. I totally agreed. Rasa iri saja tanpa melakukan apa-apa ga akan membuat kita kemana-mana, sementara orang lain yang sudah membuat kita iri sudah melanglang buana. 

Tentunya setiap orang punya prioritas yang berbeda-beda. Aku follow @climbingbird di Twitter dan Instagram, and i'm instantly falling in love with her stories and travel photos. Dia orang Indonesia yang menikah dengan orang bule. Di salah satu foto instagramnya, dia menanggapi komentar seseorang. Katanya....


"...honestly i don't own much in term of material.....But i spent my money for travel, good camera good coffee and good food. I don't know if you noticed, almost in each journey i wore the same clothes!! So everyone has different priority....."

Akun @Kartupos waktu itu juga pernah membahas tentang spending money for travelling vs buying a house or car. Dan aku setuju, in some point, (in his opinion less than 35 yo), you should already have your own house. Mau masih dalam tahap mencicil kek, yang penting sudah punya rumah sendiri. 

Jadiii intinya, kalau punya impian pingin ke sana pingin ke situ, wujudkan! Ini ada quote yang bagus banget dari akun facebook-nya @ClaudiaKaunang...

"Don't blame your busy work. Don't blame your limited 12 days leave. Don't blame your underpaid salary. Don't blame the weaken Rupiah over USD. Don't blame anything if you can't travel. Instead, do something real to make your travel dreams come true. Save your leave, cut your shopping for unnecessary things, cut your coffee expenses, stop going to midnite sale, or save in USD. Just do something, take action, never blame anything." May your travel dreams come true, friends! :))


Kamis, 26 September 2013

Ngebolang di Bangkok

Kepergianku ke Bangkok kemarin diawali dengan kejadian yang kurang menyenangkan, so waktu mau pergi rasanya kurang semangat. Jadilah berangkat tanpa menyiapkan itinerary yang jelas. Padahal biasanya sih sebelum pergi, terutama ke tempat yang belum pernah kudatangi, aku lumayan banyak browsing dan menyusun rencana kira-kira mau pergi ke mana aja.

Tapiii,,,Alhamdulillah kepergian tanpa rencana yang pasti ini tidak mengecewakan sama sekali, malah melebihi ekspektasiku. Dan alhamdulillah banget aku ga mengalami kejadian tidak menyenangkan meskipun pas hari pertama jalan-jalan, aku betul-betul ngebolang sendirian. Padahal baru pertama kali itu ke Bangkok, hehehe...

Berikut highlights dari acara jalan-jalanku di Bangkok:

Cafe Tartine
Aku tahu tempat ini dari Tiger Air inflight magazine yang kubaca selama perjalanan dari Jakarta menuju Bangkok. Kebetulan ada artikel di majalah itu yang membahas tentang tempat-tempat yang direkomendasikan untuk dikunjungi saat sedang berada di Bangkok. Salah satunya tempat ini, dan pas aku lihat alamatnya, lah kok kayaknya dekat dari hotel tempat seminar. Atas nama penasaran, aku pun mencoba ke sana, berbekal google map dan tanya-tanya orang. :D

Dan ternyata memang dekat sekali! Walaupun sempat salah belok dan sedikit "nyasar", akhirnya ketemu juga. Untuk mencapai cafe ini, bisa naik BTS turun di Ploenchit station. Lokasinya di belakang Athenee residence. Kalau sudah ketemu jalan Soi Ruamrudee itu tinggal belok ke kiri sedikit, sampai deh! :)
Add caption
Menurut artikel di Tiger magazine, cafe yang sarat nuansa Prancis ini cukup terkenal akan kesegaran salad yang bisa dipesan sesuai keinginan dan dessert-nya yang enak. Tapi aku ga mencoba saladnya, karena aku masih kenyang. Jadi aku mencicipi dessert-nya aja, Lemon Meringue Tart, dan hot cappucino. 

Seriously, this Lemon meringue tart is big..!Makan 1 potong aja kenyang banget ..

Selama aku duduk di sana sekitar 1 jam, pengunjungnya kebanyakan bule dan ada beberapa orang Prancis. Jadi ga berasa lagi di Bangkok hehehe. Sayangnya meski ada free wifi tapi koneksinya jelek. 
Nice ambience. The coffee, good but not great. Prices are reasonable.
The selection of desserts.

Friendly staff, nice ambiance, tempting desserts, i would recommend this place but dont go for dinner because they close early at 8 pm. 

Mal Platinum
Di Bangkok banyak sekali pusat perbelanjaan, modern ataupun tradisional. Platinum sering banget disebut-sebut mirip kayak ITC di Jakarta tapi lebih murah. Dan setelah aku lihat sendiri sepertinya aku harus setuju. Barang-barangnya (didominasi fashion for women) lucu-lucu banget dan harganya memang murah tapi harus nawar..Kalau beli grosir harganya lebih murah, makanya aku lihat banyak banget orang warawiri menyeret tas belanja plastik mirip koper, yang pastinya isinya akan dijual lagi (termasuk di online store yang beredar di Indonesia kayaknya hihihi). Ada yang bilang para penjaga toko di Platinum judes dan jutek, ga suka kalau barangnya cuma dilihat/dipegang tapi ga dibeli. Tapi untungnya waktu aku ke sana mereka baik-baik aja, tuh. Dan jangan kaget, lumayan banyak juga waria yang jaga toko... :))
Satu kekurangan mal ini adalah jaraknya yang cukup jauh dari BTS. Yang terdekat adalah Chidlom station tapi harus jalan kaki lagi dan cukup jauh juga jaraknya. Nah di sinilah pengalaman pertamaku naik ojek di Bangkok hahaha...Tukang ojeknya baik kok, naiknya di dekat stasiun Chidlom dan kena 30 B. Aku sudah coba tawar ojeknya tapi tarif terendah sekali naik sepertinya ya 30 B. 
Oya i didnt take any pictures here but you can find it easily in the internet. 

Jim Thompson Factory Sales Outlet
Jujur aku baru tahu ada merk ini dan ternyata cukup terkenal. Sebetulnya di majalah Tiger Airways itu juga ada rekomendasi ke Jim Thompson House. Tapi kupikir itu adalah galeri seni yang dinamai sesuai dengan nama seseorang pengusaha asal Amerika yang mengembangkan bisnis tekstil berbahan dasar sutra di Thailand. Ternyata selain aneka produk tekstil, Jim Thompson juga mengeluarkan produk seperti tas dengan berbagai model dan ukuran, mulai dari hand bag sampai dompet kecil dan aksesoris lainnya.
Nah jadi siang itu setelah makan siang di seminar, dosen-dosenku mulai menyusun rencana untuk pergi melihat-lihat tas. Tapi kami tidak pergi ke galeri, melainkan ke factory outlet-nya karena di situ harganya diskon meski tidak ada new arrival, bahkan mungkin beberapa sudah last season. Tapi ga masalah juga sih, motifnya lucu-lucu hehehe...Waktu di Don Mueang Airport ada outletnya, aku bandingkan tas yang kubeli selisih harganya cukup lumayan, sekitar 35%..;D
Don Mueang Airport with my new Jim Thompson bag :D *pamer :)))
 Factory sales outlet ini terletak di 153 Soi Sukhumvit 93, Bangchak, Phakanong. Bisa naik BTS, turun di Bangchak, tapi masih harus jalan kaki lagi dan cukup lumayan sih jaraknya. Kami sempat meragukan betul atau ga arah kami berjalan, karena kondisi jalannya kurang meyakinkan. Beberapa kali kami bertanya ke orang yang kebetulan ada di pinggir jalan, dan sepertinya semua orang tahu toko itu.
Outletnya ada 4 (atau 5 ya lupa) lantai. Lantai dasar menjual  bahan-bahan untuk sofa, taplak meja, dll. Di atas ada 1 lantai khusus menjual tas dan aksesoris lainnya.

Mah Boonkrong Mall (MBK)
Mall ini mungkin cocok untuk orang yang hanya punya waktu jalan-jalan singkat misalnya 1 hari saja, tapi harus beli oleh-oleh khas Thailand untuk orang di kampung halaman. Di lantai 6 cukup banyak pilihan oleh-oleh yang bisa dibeli dan harganya cukup murah, kok. Tapi untuk pakaian jauh lebih oke di Platinum kayaknya.
Selain itu, di mal ini ada musholanya, lho! Posisinya ada di lantai 6. Yang lebih asiknya lagi, di Food Court Fifth Avenue di lantai 5 ada beberapa pilihan makanan dengan label halal dengan rasa yang enak, meski harganya agak lebih mahal dibandingkan food court lantai 6. Jadi, sodaraku yang muslim ga perlu pusing cari makanan :)
Makanan Indonesia di 5th Avenue MBK

Nah, kalau capek atau mungkin bosan jalan-jalan di mall, berseberangan dengan MBK ada yang namanya Bangkok Art and Culture Center (BACC). Jadi kalau naik BTS turun di National Stadium station, ke kanan ke MBK, ke arah kiri ke BACC. Kalau orang yang serius ingin melihat pameran/karya seni sih mungkin ga terlalu puas ya karena karya yang dipajang masih relatif sedikit. Tapi ada kursi-kursi yang disediakan bagi pengunjung, jadi cukup nyaman lah untuk duduk-duduk melepas lelah hehehe...
Ada satu tempat ngopi yang direkomendasikan salah seorang yang aku follow di instagram, namanya Gallery Coffee Drip. Letaknya di BACC lantai 1. Menurutku sih, sang pemilik cukup serius menggarap kafenya. Waktu aku kesana, semua crew sibuk saking ramainya pelanggan.

Asiatique
Tempat ini menurutku agak mirip seperti Clarke Quay Riverside di Singapura. Letaknya di tepi sungai Chao Praya, ada restoran, kafe, kios-kios yang menjual aneka rupa barang, hingga tempat refleksi. Menyenangkan sih tempatnya...Barang-barang yang dijual juga menarik dan lucu-lucu..Tapi mencari makanan halal agak sulit di sini. Aku aja kemarin akhirnya makan di KFC -_-'
Ini tempat kita turun dari shuttle boat
Untuk mencapai tempat ini ada dua opsi. Naik taksi, atau alternatif yang lebih seru adalah naik sky train, turun di Saphan Taksin station, lalu jalan sedikit terus lanjut naik free shuttle boat service di Sathorn Pier. Aku ke sana dengan menggunakan cara kedua, tapi ternyata malam itu yang mengantri untuk naik shuttle boat ramai sekaliii dan kami mengantri cukup lama. Padahal hari sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan seharian sudah wara-wiri jadi sebetulnya betis sudah cape banget. Kata teman yang ke sana hari sebelumnya sih, sore hari ga terlalu panjang antriannya. Menurut saranku, kalau mau ke sana sebaiknya pergi sejak  sore hari jadi masih bisa lihat pemandangan. Yaa walaupun sungainya coklat sih tapi kayaknya seru aja gitu. 

Front side 



Aku iseng brosing dan nemu blog ini yang mengulas Asiatique dengan cukup lengkap, plus banyak foto-fotonya. Silakan mampir.. :D

Nah sudah panjang banget nih ceritanya, tapi sebetulnya ya, bagian yang paling mengesankan buatku di Bangkok trip ini adalah pergi ke Grand Palace dan Chatuchak weekend market. Aku akan ceritakan di postingan selanjutnya yaaa...

Sawadee khaa...! :D

Selasa, 03 September 2013

Seputar Seminar IADR-APR Bangkok


Hari pertama IADR-APR (International Association for Dental Research-Asia Pacific Region) tanggal 21 Agustus lalu aku lewati dengan berjalan-jalan keliling Bangkok sendirian. Lho ga ikut seminar?

Iya seperti yang aku sudah ceritakan di sini, bahwa aku hanya menemani mba Shanty aja. Semua biaya perjalanan juga aku tanggung sendiri. Walaupun rencana awalnya aku akan mendaftar sebagai "accompanying person" di seminar tersebut, tapi rencana tinggal rencana. In the last minute, aku batal ikut seminar.
Walaupun ga ikut seminar, tapi pagi itu aku ikut ke Plaza Athenee, hotel tempat seminar diselenggarakan. Di situ aku bertemu dengan beberapa dosenku dulu, juga ada Erik sohib satu angkatanku. Tapi aku cuma bisa beredar di sekitar tempat registrasi. Ya kan bukan peserta gitu loh. 
Setelah semua orang (yang kukenal) naik ke ruangan seminar, aku pun "ngebolang" sendirian. (pssst, akan ada posting khusus untuk acara ngebolang ini..! hehehehe)

Yang lain pada rapi jali, aku settingan jalan-jalan :D
Oya pagi itu ternyata kami bertemu cukup banyak peserta IADR yang sama-sama menginap di Ibis Sathorn. Tidak ada kendaraan khusus yang mengantar peserta seminar ke Plaza Athenee, jadi kami terpaksa mencari taksi yang ternyata sangat sulit didapat hari itu. Sekitar setengah jam kami melambaikan tangan di pinggir jalan besar, dan akhirnya malah ada yang naik tuk-tuk. Mungkin karena banyak komplain mengenai hal ini, di hari kedua seminar ada beberapa mobil van khusus yang disediakan untuk transportasi peserta ke Plaza Athenee. 

Malamnya, ada acara welcoming dinner di ballroom Plaza Athenee. Aku diajak untuk ikut, dan kebetulan ada nametag yang bisa kupakai karena pemiliknya tidak bisa hadir. Let's say, i was the replacement. Using someone else's nametag in this kind of situation is not something that i'm proud of, actually. Tapi karena dosenku yang mengajak, ya sudahlah yaa..And at the end of the night, i'm glad i came :D...


Di hari kedua, si empunya nametag yang kupakai semalam ternyata tidak ikut seminar. Jadilah aku "menggantikan"nya lagi tapi aku masih sungkan untuk masuk ke ruangan seminar untuk menyimak oral presentation. Jadi aku keliling lihat-lihat poster presentation aja sambil ngobrol-ngobrol sana sini. Padahal ternyata yah, orang-orang lain pada cuek aja tuh masuk-masuk tanpa memakai nametag. Pada ketinggalan atau lupa dipakai kali yah :D Tapi memang menyenangkan sih bisa ketemu dengan kolega dari universitas lain, baik dari negeri sendiri apalagi dari negara lain. Bisa tukar menukar informasi, membuka wawasan, dan bisa memotivasi diri juga. Sayang sungguh sayang aku ga benar-benar jadi peserta, tanpa beban melenggang masuk ke setiap oral presentation yang aku minati. Setelah ini aku mau jadi member IADR ah,,, dan insyaAllah seminar berikutnya bisa ikut. Kalau member kan registration fee lebih murah, plus keuntungan lainnya :).

Ada satu pertemuan yang paling berkesan buatku. Ingat tadi aku sempat cerita ada yang sama-sama menginap di Ibis Sathorn dan naik tuk-tuk di hari pertama seminar? Rupanya beliau seorang profesor dari University of Sydney. Aku sempat masuk saat beliau sudah setengah jalan mempresentasikan materinya di hari terakhir (yes, without nametag. Don't tell anybody, will you? :D). Aku masuk karena tertarik dengan materinya, yang berkaitan erat dengan tesisku dulu. Besok paginya saat sarapan di hotel aku menyapanya dan kami makan bareng. Setelah aku tahu namanya, ternyataa..banyak sekali jurnal hasil penelitiannya yang kupakai sebagai referensi di tesisku...^__^ It was a pleasure to meet you, professor.

With Prof. Ellakwa

Met some old and new faces at the seminar
Trus jalan-jalannya kapaan..? Di postingan selanjutnya, yaaa...Stay tune! :*


Minggu, 01 September 2013

Sawadee kha..!

Waw ternyata sudah lama juga ya aku ga berbagi cerita di sini..Sering aku berniat untuk menulis tapi karena suatu dan lain hal akhirnya tertangguhkan.

Kali ini aku pingin cerita tentang pengalamanku menjejakkan kaki di Bangkok untuk pertama kalinya. Minggu lalu, tepatnya tanggal 20-25 Agustus lalu aku ke sana. Salah satu rekanku sesama dosen di PSKG Unsri, mba Shanty, "mengajak" aku untuk menemaninya, karena salah satu mahasiswa bimbingannya, Sabrina, mengirimkan abstrak penelitiannya dan dipresentasikan sebagai salah satu poster di IADR-APR (International Association Dental Research-Asia Pacific Region). Jadilah kami pergi berempat yaitu aku, mba Shanty, Sabrina dan mamanya, namun kami terpisah menjadi dua. Aku dan mba Shanty berangkat dari Jakarta menuju Bangkok menggunakan Tiger Airways, sementara Sabrina dan mamanya dengan Air Asia, dengan selisih waktu keberangkatan sekitar 15 menit. 

Awalnya aku menyangka kami akan tiba di bandara yang sama, yaitu Don Mueang. Malam sebelum berangkat, aku baca kembali tiket Tiger Airways dan tertera di sana bahwa aku dan mba Shanty akan tiba di bandara Suvarnabhumi. Itu berarti rencana awal kami akan sama-sama berempat naik taksi ke hotel harus diubah. Malam itu juga aku kontak hotel tempat kami akan menginap, Ibis Sathorn, via email dan menanyakan bagaimana caranya sampai ke hotel menggunakan skytrain supaya lebih murah daripada taksi dan sepertinya lebih gampang ketimbang bis. Jadi, di Bangkok sistem transportasi publik sudah jauh lebih maju ketimbang kita di Indonesia. Ada MRT seperti di Singapura yang jalurnya berada di bawah tanah. Selain itu ada skytrain yang sering disebut dengan BTS (Bangkok Mass Transit System). Naik taksi ke hotel mungkin lebih mudah, tapi bisa jadi lebih mahal karena lalu lintas Bangkok padat dan sering macet, seperti Jakarta. Setelah urun rembuk dengan mba Shanty, diputuskan kami akan mencicipi public transportation di malam pertama kami tiba, dari Suvarnabhumi ke Ibis Sathorn naik kereta.

Setibanya di bandara Suvarnabhumi sekitar pukul 18.30, aku cukup terkesima bahkan sebelum sampai ke gedung terminal, dari balik jendela pesawat aku menyaksikan betapa luasnya bandara ini. Luas, bagus, bersih dan berdisain modern. Cukup jauh juga jarak yang harus ditempuh sepanjang arrival hall, meskipun ada travelator.
A loong long way to go...

Conveyor belt bagasi di bandara ini banyak sekali, kita perlu melihat petunjuk di papan untuk mengetahui bagasi kita terletak di line nomor berapa. Dari information counter aku dapat user ID dan password untuk fasilitas wifi gratis tapi koneksinya buruk dan hanya valid selama 15 menit. Lalu kami pun berjalan ke arah pintu keluar utama dan turun satu lantai untuk mencapai airport rail link yang terintegrasi dengan jalur BTS skytrain di tengah kota. Petunjuknya jelas kok, paling nanya-nanya dikit :D Airport rail link berhenti di beberapa stasiun, stasiun terakhir adalah Phaya Thai dan biayanya 45 Baht per orang.

Sesampainya di Phaya Thai station, kami lanjut naik BTS skytrain sampai Siam Station dan pindah jalur untuk mencapai Sala Daeng station yang merupakan BTS station terdekat dari Ibis Sathorn, biayanya 28 B per orang. Waktu sudah menunjukkan lewat pukul 9 malam saat kami tiba di Sala Daeng. Kekurangan dari pilihan naik kereta dari airport ke hotel adalaah,,,tidak ada eskalator atau lift yang berhasil kami temukan di stasiun ini. Padahal stasiun itu tingginya sekitar dua lantai, *namanya juga skytrain*.. Jadi kami harus gotong-gotong koper, untung turun tangga, kalau naik gempor juga ya :D Dan ternyata dari sini kami masih harus menyambung dengan taksi karena walking distance jauh sekali dan ga memungkinkan untuk jalan kaki. Setelah dihitung-hitung total cost untuk berdua dan dibandingkan dengan biaya naik taksi, ternyata selisihnya ga terlalu  jauh juga hehehe... Menyesal naik kereta? Ga juga sih, it's a part of the journey. :)
Agak lupa ini di stasiun mana, tapi kalau ga salah di Phaya Thai BTS station.
Acara seminar IADR diselenggarakan di Hotel Plaza Athenee. Di situs resminya, panitia penyelenggara memberikan informasi pilihan hotel. Hanya ada 2, yaitu di Plaza Athenee dan Ibis Sathorn. Tertulis di situ:

"Special reduced rates will be offered to delegates and participants. All hotels have been pre-selected to ensure safety, comfort, convenience, and proximity to the event venue. All room rates already include breakfast, service charges and applicable taxes."

Convincing enough, huh?

Karena room rate di Plaza Athenee cukup mahal dan Ibis Sathorn tampaknya cukup terjangkau, kami pun booking kamar di Ibis Sathorn tanpa mencoba cari tahu lebih lanjut pilihan-pilihan lainnya. Langkah yang kurang tepat sebetulnya, karena ternyata jarak Plaza Athenee ke Ibis Sathorn cukup jauh, tidak disarankan untuk jalan kaki, jadi harus naik taksi. Padahal Plaza Athenee sendiri letaknya dekat dengan BTS Phloen Cit station. Aku juga kurang mengerti kenapa pihak panitia memilihkan hotel Ibis Sathorn, ditambah lagi letaknya yang jauh dari BTS. Kesimpulannya, kalau mau menginap di hotel ini siap-siap kemana-mana naik taksi, atau minimal naik taksi ke BTS terdekat. Selain di daerah Sathorn ini, ada juga hotel Ibis lain yaitu Ibis Siam yang letaknya sangat dekat dengan Siam Station.
Kamar kami di Ibis Sathorn. Ada free wifi di dalam kamar.

Nah, aku mau sharing pengalaman dan hasil brosing....
- Meski Bangkok sudah dijejali turis dari berbagai penjuru dunia, tapi kebanyakan orang di sana tidak bisa berbahasa Inggris. Kalaupun bisa, pengucapannya sangat sulit untuk dimengerti. Selain itu, mereka juga belum tentu bisa membaca huruf balok. Jadi kalau mau naik taksi atau mencari alamat, lebih baik menunjukkan alamat/tempat yang dicari dalam bahasa Thai. Beberapa kali aku meminta tolong orang, entah di information counter atau di hotel, untuk menuliskan tempat yang ingin kutuju dalam bahasa Thai dan sangat membantu sekali.
- Taksi di Bangkok seharusnya menggunakan argo, tapi banyak di antara mereka yang tidak mau menyalakannya, dan itu berarti kita dikasih harga "tembak". Kalau sudah begini, kita harus menawar atau pilih saja taksi lain yang mau menggunakan argo. Sayangnya kalau sedang rush hour, mendapatkan taksi tidak selalu mudah. Alhamdulillah selama di sana aku tidak mendapatkan pengalaman tidak mengenakkan dengan taksi seperti yang pernah diceritakan orang.
- Di Bangkok juga ada ojek lho! Iya, ojek seperti di Jakarta :D... Cirinya, mereka semua menggunakan rompi berwarna oranye. Sama aja dengan di negara kita, biayanya tergantung jarak. Tapi minimal biaya sekali jalan 30 B untuk jarak dekat, dan untuk jarak jauh bisa ditawar. Pertama kali kucoba naik ojek ini dari BTS Chidlom mau ke mal Platinum, sebetulnya bisa jalan kaki tapi cukup jauh. Jadi untuk menghemat waktu dan tenaga aku coba-coba naik ojek, biayanya 30 B. Menurutku sih ojek ini juga sangat membantu, sebagai alternatif kalau ga mau jalan kaki karena kejauhan tapi ga mau naik taksi karena macet. Hehehe...8
-  Sistem ticketing di stasiun BTS kurang lebih sama dengan MRT di Singapura dan LRT di KL. Di setiap stasiun ada counter untuk menukarkan koin karena tidak semua ticket machine menerima uang kertas. 
- Selama di Bangkok aku ga beli simcard baru. Cukup jadi fakir wifi. Tapi kalau mau komunikasi lebih lancar sih mendingan beli ya, karena koneksi wifi di Bangkok ga semudah dan sebanyak di Hongkong atau Singapura.  Rekan-rekan yang lain ada juga yang beli simcard dan harganya murah kok. Untuk pengguna XL, gratis roaming internasional hanya berlaku 1 hari (kalau di Hongkong lumayan, berlaku 3 hari).

Next posting aku akan cerita lebih lanjut tentang perjalananku di Bangkok. 
Sawadee kha! :D