Minggu, 01 September 2013

Sawadee kha..!

Waw ternyata sudah lama juga ya aku ga berbagi cerita di sini..Sering aku berniat untuk menulis tapi karena suatu dan lain hal akhirnya tertangguhkan.

Kali ini aku pingin cerita tentang pengalamanku menjejakkan kaki di Bangkok untuk pertama kalinya. Minggu lalu, tepatnya tanggal 20-25 Agustus lalu aku ke sana. Salah satu rekanku sesama dosen di PSKG Unsri, mba Shanty, "mengajak" aku untuk menemaninya, karena salah satu mahasiswa bimbingannya, Sabrina, mengirimkan abstrak penelitiannya dan dipresentasikan sebagai salah satu poster di IADR-APR (International Association Dental Research-Asia Pacific Region). Jadilah kami pergi berempat yaitu aku, mba Shanty, Sabrina dan mamanya, namun kami terpisah menjadi dua. Aku dan mba Shanty berangkat dari Jakarta menuju Bangkok menggunakan Tiger Airways, sementara Sabrina dan mamanya dengan Air Asia, dengan selisih waktu keberangkatan sekitar 15 menit. 

Awalnya aku menyangka kami akan tiba di bandara yang sama, yaitu Don Mueang. Malam sebelum berangkat, aku baca kembali tiket Tiger Airways dan tertera di sana bahwa aku dan mba Shanty akan tiba di bandara Suvarnabhumi. Itu berarti rencana awal kami akan sama-sama berempat naik taksi ke hotel harus diubah. Malam itu juga aku kontak hotel tempat kami akan menginap, Ibis Sathorn, via email dan menanyakan bagaimana caranya sampai ke hotel menggunakan skytrain supaya lebih murah daripada taksi dan sepertinya lebih gampang ketimbang bis. Jadi, di Bangkok sistem transportasi publik sudah jauh lebih maju ketimbang kita di Indonesia. Ada MRT seperti di Singapura yang jalurnya berada di bawah tanah. Selain itu ada skytrain yang sering disebut dengan BTS (Bangkok Mass Transit System). Naik taksi ke hotel mungkin lebih mudah, tapi bisa jadi lebih mahal karena lalu lintas Bangkok padat dan sering macet, seperti Jakarta. Setelah urun rembuk dengan mba Shanty, diputuskan kami akan mencicipi public transportation di malam pertama kami tiba, dari Suvarnabhumi ke Ibis Sathorn naik kereta.

Setibanya di bandara Suvarnabhumi sekitar pukul 18.30, aku cukup terkesima bahkan sebelum sampai ke gedung terminal, dari balik jendela pesawat aku menyaksikan betapa luasnya bandara ini. Luas, bagus, bersih dan berdisain modern. Cukup jauh juga jarak yang harus ditempuh sepanjang arrival hall, meskipun ada travelator.
A loong long way to go...

Conveyor belt bagasi di bandara ini banyak sekali, kita perlu melihat petunjuk di papan untuk mengetahui bagasi kita terletak di line nomor berapa. Dari information counter aku dapat user ID dan password untuk fasilitas wifi gratis tapi koneksinya buruk dan hanya valid selama 15 menit. Lalu kami pun berjalan ke arah pintu keluar utama dan turun satu lantai untuk mencapai airport rail link yang terintegrasi dengan jalur BTS skytrain di tengah kota. Petunjuknya jelas kok, paling nanya-nanya dikit :D Airport rail link berhenti di beberapa stasiun, stasiun terakhir adalah Phaya Thai dan biayanya 45 Baht per orang.

Sesampainya di Phaya Thai station, kami lanjut naik BTS skytrain sampai Siam Station dan pindah jalur untuk mencapai Sala Daeng station yang merupakan BTS station terdekat dari Ibis Sathorn, biayanya 28 B per orang. Waktu sudah menunjukkan lewat pukul 9 malam saat kami tiba di Sala Daeng. Kekurangan dari pilihan naik kereta dari airport ke hotel adalaah,,,tidak ada eskalator atau lift yang berhasil kami temukan di stasiun ini. Padahal stasiun itu tingginya sekitar dua lantai, *namanya juga skytrain*.. Jadi kami harus gotong-gotong koper, untung turun tangga, kalau naik gempor juga ya :D Dan ternyata dari sini kami masih harus menyambung dengan taksi karena walking distance jauh sekali dan ga memungkinkan untuk jalan kaki. Setelah dihitung-hitung total cost untuk berdua dan dibandingkan dengan biaya naik taksi, ternyata selisihnya ga terlalu  jauh juga hehehe... Menyesal naik kereta? Ga juga sih, it's a part of the journey. :)
Agak lupa ini di stasiun mana, tapi kalau ga salah di Phaya Thai BTS station.
Acara seminar IADR diselenggarakan di Hotel Plaza Athenee. Di situs resminya, panitia penyelenggara memberikan informasi pilihan hotel. Hanya ada 2, yaitu di Plaza Athenee dan Ibis Sathorn. Tertulis di situ:

"Special reduced rates will be offered to delegates and participants. All hotels have been pre-selected to ensure safety, comfort, convenience, and proximity to the event venue. All room rates already include breakfast, service charges and applicable taxes."

Convincing enough, huh?

Karena room rate di Plaza Athenee cukup mahal dan Ibis Sathorn tampaknya cukup terjangkau, kami pun booking kamar di Ibis Sathorn tanpa mencoba cari tahu lebih lanjut pilihan-pilihan lainnya. Langkah yang kurang tepat sebetulnya, karena ternyata jarak Plaza Athenee ke Ibis Sathorn cukup jauh, tidak disarankan untuk jalan kaki, jadi harus naik taksi. Padahal Plaza Athenee sendiri letaknya dekat dengan BTS Phloen Cit station. Aku juga kurang mengerti kenapa pihak panitia memilihkan hotel Ibis Sathorn, ditambah lagi letaknya yang jauh dari BTS. Kesimpulannya, kalau mau menginap di hotel ini siap-siap kemana-mana naik taksi, atau minimal naik taksi ke BTS terdekat. Selain di daerah Sathorn ini, ada juga hotel Ibis lain yaitu Ibis Siam yang letaknya sangat dekat dengan Siam Station.
Kamar kami di Ibis Sathorn. Ada free wifi di dalam kamar.

Nah, aku mau sharing pengalaman dan hasil brosing....
- Meski Bangkok sudah dijejali turis dari berbagai penjuru dunia, tapi kebanyakan orang di sana tidak bisa berbahasa Inggris. Kalaupun bisa, pengucapannya sangat sulit untuk dimengerti. Selain itu, mereka juga belum tentu bisa membaca huruf balok. Jadi kalau mau naik taksi atau mencari alamat, lebih baik menunjukkan alamat/tempat yang dicari dalam bahasa Thai. Beberapa kali aku meminta tolong orang, entah di information counter atau di hotel, untuk menuliskan tempat yang ingin kutuju dalam bahasa Thai dan sangat membantu sekali.
- Taksi di Bangkok seharusnya menggunakan argo, tapi banyak di antara mereka yang tidak mau menyalakannya, dan itu berarti kita dikasih harga "tembak". Kalau sudah begini, kita harus menawar atau pilih saja taksi lain yang mau menggunakan argo. Sayangnya kalau sedang rush hour, mendapatkan taksi tidak selalu mudah. Alhamdulillah selama di sana aku tidak mendapatkan pengalaman tidak mengenakkan dengan taksi seperti yang pernah diceritakan orang.
- Di Bangkok juga ada ojek lho! Iya, ojek seperti di Jakarta :D... Cirinya, mereka semua menggunakan rompi berwarna oranye. Sama aja dengan di negara kita, biayanya tergantung jarak. Tapi minimal biaya sekali jalan 30 B untuk jarak dekat, dan untuk jarak jauh bisa ditawar. Pertama kali kucoba naik ojek ini dari BTS Chidlom mau ke mal Platinum, sebetulnya bisa jalan kaki tapi cukup jauh. Jadi untuk menghemat waktu dan tenaga aku coba-coba naik ojek, biayanya 30 B. Menurutku sih ojek ini juga sangat membantu, sebagai alternatif kalau ga mau jalan kaki karena kejauhan tapi ga mau naik taksi karena macet. Hehehe...8
-  Sistem ticketing di stasiun BTS kurang lebih sama dengan MRT di Singapura dan LRT di KL. Di setiap stasiun ada counter untuk menukarkan koin karena tidak semua ticket machine menerima uang kertas. 
- Selama di Bangkok aku ga beli simcard baru. Cukup jadi fakir wifi. Tapi kalau mau komunikasi lebih lancar sih mendingan beli ya, karena koneksi wifi di Bangkok ga semudah dan sebanyak di Hongkong atau Singapura.  Rekan-rekan yang lain ada juga yang beli simcard dan harganya murah kok. Untuk pengguna XL, gratis roaming internasional hanya berlaku 1 hari (kalau di Hongkong lumayan, berlaku 3 hari).

Next posting aku akan cerita lebih lanjut tentang perjalananku di Bangkok. 
Sawadee kha! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar